RADARSEMARANG.COM – Yusuf Ekodono turut membawa Timnas Indonesia meraih medali emas dalam ajang Sea Games 1991 di Manila. Kini, tiga dekade setelahnya, Yusuf hijrah ke Kabupaten Magelang. Membawa secercah harapan bagi Persikama.
Pria berperawakan kurus itu bernama Yusuf Ekodono. Dia pelatih Persikama Kabupaten Magelang di kompetisi Liga 3 Jateng 2021. Pengalamannya di dunia bola bundar ini dimulai sejak usianya baru 10 tahun.
Perjalanannya diawali bersama Indonesia Muda Surabaya, klub internal Persebaya Surabaya. Kemudian pada 1985, Yusuf promosi ke Persebaya junior. Setahun berikutnya, Yusuf naik ke Persebaya senior.
Nama Yusuf Ekondono memang besar bersama Persebaya. Dialah legenda klub berjuluk Bajol Ijo itu. Dia berseragam Persebaya sejak 1986 hingga 2000. Meski sempat hijrah ke PSM Makassar pada musim 1995-1996.
Pengalaman paling mengesankan baginya yakni ketika Persebaya menjadi juara Liga Indonesia musim 1996-1997. Juga ketika menjadi runner up. “Dulu kompetisi nggak seperti sekarang. Sekarang kompetisi penuh ya?” ujar Yusuf ketika ditemui RADARSEMARANG.COM usai pertandingan uji coba Persikama melawan PSIW, Sabtu (16/10/2021) sore.
“Dulu ada 8 besar, ada 6 besar. Terus ada final. Dulu sempat final dua kali. Ya menjadi runner up dua kali dan juara sekali bareng Persebaya,” kenang pria yang juga pernah memperkuat PSIS Semarang selama setengah musim ini.
Pengalaman berharga juga Yusuf dapatkan ketika memperkuat Timnas Indonesia. Dia pernah bermain di Piala Raja King Cup di Bangkok, Thailand, Piala Kemerdekaan, Sea Games Manila, juga Piala Tiger di Vietnam. Prestasi paling mentereng saat dia membawa Timnas meraih medali emas Sea Games. Prestasi yang belum terulang di generasi berikutnya.
Kecintaannya pada sepak bola masih bertahan sampai sekarang. Meski perannya tak lagi menjadi pemain. Melainkan menjadi pelatih. Kepada wartawan koran ini, Yusuf kemudian bercerita tentang perjalannya ke Magelang.
Mulanya, seorang kawan dari Surabaya memberi info kalau Persikama ada pelatih. Ditawari. Yusuf pun mengiyakan. “Oh siap!” ucap Yusuf menirukan jawabannya saat itu. “Saya kan tidak memandang mau Liga 3 atau Liga 2,” imbuhnya.
Ihwal lisensi kepelatihan, pria kelahiran ini 16 April 1967 ini memang bisa melatih tim Liga 2 maupun Liga 3. Sementara di Liga 1, hanya boleh menjadi asisten pelatih. “Karena pelatih kepala lisensinya harus A Pro, sementara saya Lisensi A,” jelasnya.
Menukangi Persikama menjadi pengalaman pertamanya bersama klub Jawa Tengah. Mantan pelatih PS HW ini pun merasa memiliki tantangan baru. Mengingat selama ini Persikama belum pernah naik kasta.
Ayah Fandi Eko Utomo, pemain PSIS, ini pun mengaku ingin meningkatkan level Laskar Syailendra, julukan Persikama. “Ya mudah-mudahan begitu. Tetap berusaha. Tidak boleh takabur,” ucap pria berdarah Surabaya ini.
Yusuf juga mengaku nyaman tinggal di Magelang. Dia ingin menikmatinya saja. “Yang penting kan konsentrasinya untuk melatih,” ujar bapak dua anak ini.
Obrolan Yusuf dengan wartawan koran ini kemudian melebar ke soal keluarga. Terutama soal kedua putra yang mengikuti jejaknya bermain sepak bola. Fandi Eko Utomo yang berseragam PSIS, Wahyu Subo Seto yang kini membela Bhayangkara FC serta Novaldo Troy Putra yang juga menekuni sepak bola.
Meski darah sepak bola dalam dirinya begitu kuat, Yusuf tidak pernah memaksa anak-anaknya menjadi pesepak bola. Namun seperti kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Baik Fandi, Subo maupun Novaldo, ingin menjadi seperti sang papa.
“Sejak lulus SMP, saya tanya ingin main bola atau ingin jadi pegawai negeri atau apa terserah,” ujar Yusuf. “Aku pengen sepak bola ae. Koyok papa,” Yusuf menirukan jawaban putranya.
Menanggapi keinginan buah hati, Yusuf kemudian menyekolahkan kedua putranya di sekolah swasta. Harapannya agar memiliki jam latihan sepak bola lebih banyak. “Nanti jadi pemain atau tidak, yang berlatih dulu,” katanya.
“Alhamdulillah tetap dapat ijazah SMA. Untuk masuk polisi, kaya Subo juga bisa,” Yusuf terkekeh.
Yusuf menegaskan, dia tidak memaksa sang anak. Kenyataannya mereka saling mendukung. Selama ini Yusuf hanya mengarahkan buah hati agar berkompetisi sesuai masanya. “Misal belum, berkompetisi di senior ya saya minta jangan dulu. Pilih klub umur biar matang betul. Jadi begitu masuk senior, bisa jalan terus, nggak langsung hilang,” beernya. (rhy/ida)