RADARSEMARANG.COM, Pandemi Covid-19, hampir semua sektor bisnis terdampak. Namun bisnis rumahan yang dikelola Ahmad Hanif dan Zulzinatul Aslah, warga Demak, justru sebaliknya. Permintaan pisang bolen produksinya justru meningkat berlipat-lipat.
ANANTA ERLANGGA, Demak, Radar Semarang
SEJUMLAH pekerja terlihat sibuk dengan tugas masing-masing. Ada yang membuat adonan. Ada yang menjadi operator mesin oven. Ada juga yang melakukan pengemasan. Suasana itu tampak di industri rumahan (home industry) yang dikelola pasangan suami istri Ahmad Hanif dan Zulzinatul Aslah.Keduanya mengurus langsung bisnis rumahan tersebut. Hanif bahkan rela melepas pekerjaan sebelumnya agar bisa fokus mengembangkan bisnis bersama istrinya. Home industry Pisang Bolen Mbak Zul itu berlokasi persis di belakang Balai Desa Lempuyangan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak.
Kepada RADARSEMARANG.COM, pasangan suami istri tersebut mengaku memulai bisnisnya sejak tiga tahun lalu. “Cuma pada saat itu masih sedikit-sedikit, tidak sebanyak sekarang,” kata Hanif kepada RADARSEMARANG.COM.
Berawal dari postingan seorang kawan yang berjualan di Facebook, ia tergoda mencoba hal serupa. Tak disangka, respon dan minat pelanggan cukup banyak. Sejak saat itulah Hanif bersama Mbak Zul, istrinya, mulai mengembangankan bisnisnya lebih besar lagi. “Sekitar Oktober 2019 baru berani bikin merek sendiri,” ujar Mbak Zul.
Pisang bolen dipilih lantaran peluang penjualannya lebih besar daripada olahan yang lain. ”Karena saat itu pisang bolen bisa dikatakan sedang hits,” tutur Hanif.
Ia mengaku, tak ada resep atau rahasia khusus dalam olahan pisang bolennya. Zul hanya memastikan untuk menggunakan bahan-bahan yang berkualitas. Terlebih ia sadar bahwa persaingan di bisnis kuliner sangat ketat. Karena itu, ia selalu menjaga kualitas produknya. “Kalau bahannya bagus kan hasilnya pasti juga bagus, asal diolah dengan benar,” katanya.
Saat ini, ia hanya memproduksi pisang bolen dengan variasi rasa. Total ada 11 rasa yang tersedia. Yang paling banyak peminatnya adalah rasa pisang coklat. Pisang bolen produksinya bisa bertahan sekitar lima hari.
Selama pandemi Covid-19 setahun terakhir, membuat banyak sektor bisnis menjadi lesu. Namun bisnis Pisang Bolen Mbak Zul justru sebaliknya. Pesanan malah membludak. Bahkan kondisi tersebut sempat membuat Hanif keheranan. “Mungkin karena pas pandemi kan orang dilarang ke mana-mana, jadi banyak yang membeli secara online,” terangnya.
Untuk pemasarannya, Hanif biasa menjual produknya lewat Facebook. Pembeli juga bisa datang ke rumah langsung. Penjualannya sendiri sudah menyasar ke beberapa daerah di Jateng, seperti Semarang, Ungaran, Rembang, dan Demak sendiri. Bahkan pernah juga mengirim pesanan sampai Kalimantan.
Hanif mematok harga Rp 23 ribu per boks. Sedangkan jika sudah sampai pada reseller, bisa dijual sekitar Rp 30 ribu– Rp 35 ribu “Kebanyakan pembelinya yang punya acara, atau para reseller untuk dijual lagi,” katanya.
Pesanan yang membludak membuat ia kewalahan. Saat ini, ia sudah memperkerjakan 15 karyawan. Khususnya, ibu-ibu di sekitar rumahnya. Jumlah tenaga kerja tersebut hanya mampu memproduksi 350 boks per harinya. Sedangkan Mbak Zul mengaku pesanan sehari bisa sampai 600-an boks. “Jadi, banyak pesanan yang belum bisa saya penuhi, soalnya sumber daya di sini masih kurang,” akunya.
Ditanya omzet sebulan, Mbak Zul mengaku tidak pernah melakukan kalkulasi keuangan. “Kalau keuntungan bulanan tidak pernah menghitung. Karena dulu sempat menghitung tapi hasilnya malah minus. Habis itu tidak pernah saya hitung lagi, pokoknya langsung jalan gitu aja,” ujarnya sambil tersenyum.
Menurutnya, perhitungan seperti itu hanya akan membuatnya khawatir dan takut melangkah. Yang pada akhirnya malah tidak berani melakukan apa-apa. Baginya berbisnis harus berani mengambil risiko. “Pokoknya waktunya beli bahan ya beli, membayar gaji karyawan ya dibayar, pengin jajan ya jajan, diloske wae,” ucapnya.
Kendati demikian, bisnis yang digeluti tersebut bukan berarti tanpa kendala. Pernah pesanan yang berjumlah 50 boks dibatalkan pembeli lantaran keterlambatan pengantaran. Tentu saja angka tersebut cukup besar pada saat awal-awal merintis usahanya. Namun, Hanif sudah berkomitmen bahwa ia sudah niat dalam berbisnis, sehingga tidak boleh putus asa. “Alhamdulillah, hasilnya bisa dilihat sekarang,” ujarnya.
Ia berharap bisnisnya bisa semakin maju dan berkembang. Jumlah karyawan bertambah banyak, sehingga produksinya bisa meningkat untuk memenuhi pesanan yang membludak. (*/aro)