RADARSEMARANG.COM, DPRD Kabupaten Demak melaksanakan kunjungan kerja (kunker) kedua daerah di Jawa Timur. Yaitu, Kabupaten Gresik dan Sidoarjo. Kunker gabungan Komisi B dan Komisi D ini dalam rangka studi banding bidang ekonomi dan keuangan serta bidang kesejahteraan rakyat.
WAHIB PRIBADI, DEMAK, RADARSEMARANG.COM
Kunker dua komisi yang berlangsung 20 hingga 23 Oktober 2019 tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Demak, H Masykuri didampingi Ketua Komisi B Mu’ti Kholil dan Ketua Komisi D Ulin Nuha. Turut pula Wakil Ketua Komisi Fathan dan Wakil Ketua Komisi D Subari. Kemudian, Sekretaris Komisi B Saiful Hadi, Sekretaris Komisi D H Faozan. Sejumlah anggota Komisi B yang ikut adalah Sudarno, Edi Sayudi, Nur Susaktiyo, Ahmad Mansur, Hermin Widyawati, Budi Ahmadi, Sulkan, Abu Said, dan Kholid Muktiyono. Sedangkan, anggota Komisi D adalah Badarodin, Sukarmin, Marwan, Danang Saputro, Ike Candra, Robert, Ibrahim Suyuti, Siti Khoiriyah dan Farodli.
Wakil Ketua DPRD Demak, Masykuri menyampaikan, bahwa Sidoarjo merupakan salah satu daerah yang posisinya strategis, yaitu sebagai penyangga Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. “Ini seperti Kabupaten Demak yang menjadi penyangga Kota Semarang, ibu kota Provinsi Jateng. Kemajuan yang diraih Kota Surabaya meluber ke daerah penyangga, termasuk Sidoarjo. Karena itu, kita kemajuan Kota Semarang bisa juga dirasakan Kabupaten Demak,” katanya.
Menurutnya, kemajuan Sidoarjo tidak lepas dari berbagai potensi yang ada. Seperti adanya wilayah industri, perdagangan, pariwisata serta usaha kecil dan menengah yang dapat dikemas dengan baik dan terarah. “Dukungan sumber daya manusia (SDM) juga memadai. Bahkan, Sidoarjo menjadi bagian dari daerah dalam pengembangan ekonomi regional,” ujar Masykuri.
Dia menambahkan, Demak harus bisa mengambil peran yang sama seperti Sidoarjo. “Kita studi banding ini untuk mencari tahu apa saja yang menjadi keunggulan Kabupaten Sidoarjo tersebut,”imbuhnya. Saat ke DPRD Sidoarjo, dapat diperoleh informasi, bahwa pengalokasian anggaran telah dilakukan melalui kebijakan umum anggaran (KUA) tahun 2020.
Diharapkan, prioritas pembangunan berjalan sesuai target. Pengalokasian pendapatan daerah sebesar Rp 4,07 triliun lebih. Sementara, alokasi belanja daerah mencapai Rp 4,833 triliun lebih serta alokasi pembiayaan daerah mencapai Rp 754 miliar. Salah satunya penganggaran dana perimbangan seperti dana alokasi khusus (DAK) . Jika belum ada penetapan resmi dalam peraturan presiden mengenai rincian APBN hingga KUA PPAS tahun 2020 disepakati, maka penganggaran DAK dilakukan dengan cara melakukan perubahan perkada. Itu dilakukan untuk mendukung program kegiatan dan pengawasan agar pengalokasian anggaran sekurang kurangnya sebesar 0,50 persen dari total belanja daerah. Itu dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas dan integritas pemerintah.
Ketua Komisi B, Mu’thi Kholil menambahkan, terkait belanja wajib lain seperti anggaran pendidikan juga dianggarkan dalam APBD dengan total 20 persen dari belanja daerah. Pun, dengan anggaran kesehatan sebesar 10 persen dari total APBD dikurangi gaji. “Pemkab setempat juga mengalokasikan anggaran untuk desa melalui hasil pajak daerah serta retribusi daerah untuk pemerintah desa. Masing masing sebesar 10 persen ditambah dana desa sebesar 10 persen,” ujarnya.
Saat berkunjung ke DPRD Gresik, anggota DPRD Demak menyerap informasi terkait dengan pendapatan daerah yang diproyeksikan sebesar Rp 3,6 triliun. Potensi pendapatan daerah diambilkan dari pajak daerah. Untuk belanja daerah sendiri Rp 3,7 triliun sehingga deficit 108,9 miliar. Silpa 2020 diproyeksikan Rp 97 miliar.
Ketua Komisi D, Ulin Nuha mengatakan, di Gresik ini telah dirumuskan kebijakan yang mempunyai semangat untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui kebijakan yang mampu mengurangi potensi kebocoran PAD. “Ada tim gabungan sebagai upaya peningkatan PAD, termasuk melalui instrument pembiayaan daerah pernarikan utang daerah yang belum tertagih,”katanya.
Di Gresik, pajak penerangan jalan umum (PJU) mengalami kenaikan sebesar Rp 227,5 miliar. Hal ini didukung dengan peraturan bupati tentang perubahan tariff non PLN. Regulasi pelayanan parkir ditepi jalan juga dilakukan perubahanperaturan sehingga dapat meminimalkan kebocoran. “Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan dinaikkan menjadi Rp 3,8 miliar,”katanya. Hal lain adalah, informasi terkait adanya produk hukum daerah untuk mengatur pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern. Itu diperlukan agar tidak timbul persoalan mengenai usaha perdagangan dalam masyarakat. (*/bas)