RADARSEMARANG.COM, Semarang — STEM sekarang ini menjadi alternatif dalam penyelenggaraan pembelajaran yang lebih mempersiapkan peserta didik menjadi seorang pemecah masalah (problem solver). Selain kemampuan pemecahan masalah, kemampuan lain yang dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja manusia Indonesia di kemudian hari juga bisa didorong untuk muncul secara optimal.
Kemampuan tersebut biasanya dikenal dengan 4C Ability, yakni creative thinking and reasoning (berpikir kreatif dan penalaran), critical thinking (berpikir kritis), communicatiion (komunikasi), and collaboration (kolaborasi). STEM sendiri mudah dikenali sebagai suatu pendekatan yang mengintegrasikan empat bidang, yakni Science, Technology, Enginering, and Mathematics.
Pembelajaran dan pengajaran dalam bidang matematika dan sains, terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan dalam kelas-kelas yang powerfull, yakni 1). Start with the question, 2). Students need time to struggle. 3). Demonstrate. 4). You are not the key answer. 5). Say yes to your students ideas. 6). Lets play. Hal ini disampaikan oleh Hery Sutarto, Dosen Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Semarang sekaligus CEO PT Inspire Edu Sutarto, salah satu narasumber dalam kegiatan webinar nasional yang berlangsung pada Jumat (28/10).
Sebanyak 500 peserta memadati layar paltform yang digunakan pada kegiatan tersebut. Banyaknya peserta setidaknya menjadi indikasi semangat para pendidik yang terdiri atas dosen, guru, dan mahasiswa yang tersebar dari puluhan provinsi.
“Kegiatan webinar tersebut diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pembelajaran MIPA Berbasis Etno-STEM, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Negeri Semarang bekerja sama dengan STEM Center Universitas Pendidikan Indonesia,” kata Hery Sutarto kepada RADARSEMARANG.COM.
Menurut Hery, banyak yang beranggapan, tataran pelaksanaan STEM di kelas-kelas membutuhkan biaya mahal, teknologi yang canggih, berkaitan dengan robot, koding, dan sebagainya. Padahal sumber-belajar STEM banyak sekali bisa kita akses di lingkungan sekitar kita. Sudut pandang tentang STEM sedikit demi sedikit kita translasikan bukan sekadar akronim Science, Technology, Engginering, and Mathematics. STEM juga jangan dipandang sebagai hanya sebagai daftar konten, konsep dan kemampuan. Tetapi lebih merupakan pendekatan yang holistik berupa suguhan pengalaman pendidikan dan pengajaran pada peserta didik.
“STEM dapat dilakukan dengan aktivitas sederhana seperti observasi, bertanya, modelling, komunikasi melalui permainan. Mereka mendesain eksperimen, mengumpulkan informasi/data, test and retest, mengkomunikasi apa-apa yang mereka temukan,” jelasnya.
Hery memberikan beberapa contoh desain STEM di rumah sebagai sumber belajar. Pertama, tentang gelembung sabun. Dalam matematika, dikenal berbagai bentuk bangun ruang. Balok, kubus, limas, prisma, tabung. “Tetapi coba perhatikan. Saya akan meniupkan gelembung sabun. Mengapa secara alami, bentuk gelembung sabun berupa bola-bola. Bukan bentuk lainnya, seperti balok, kubus, tabung atau lainnya. Jelaskan penyebab, dan berikan argumen terbaik kalian,” katanya.
Kedua, kekuatan cangkang telur yang terlihat rapuh. Telur tentunya mudah kita dapatkan di rumah masing-masing. Nah, cangkang telur terlihat sangat rapuh, mudah pecah. Ketika ibu mau menggoreng telur, ibu dengan mudahnya memecahkan telur tersebut.
“Sedemikian rapuhkah cangkang telur? Coba perhatikan apa yang akan saya lakukan (dengan mendemonstrasikan). Tiga telur diletakkan dalam bidang datar. Di atasnya saya beri tatakan untuk meletakkan galon air penuh. Jika saya letakkan galon air penuh ini di atas telur tersebut, apakah telur ini akan pecah? Biarkan peserta didik membuat dugaan, dan berikan kesempatan untuk mengutarakan argumennya. Dilanjutkan dengan meletakkan galon air tersebut di atasnya. Nah, sekarang kalian bisa melihat betapa kuatnya telur itu, mampu menahan galon penuh air. Coba kalian kaji, mengapa bisa telur yang terlihat rapuh, ternyata begitu kuatnya,” bebernya.
Ketiga, konstruksi pesawat kertas. Dengan menggunakan tiga lembar kertas origami, coba demonstrasikan aktivitas berikut. Satu kertas diremas sedemikian rupa menyerupai bola kecil, satu kertas lainnya biarkan dalam bentuk lembaran. Jika dua benda tersebut dijatuhkan dari ketinggian yang sama, mana yang lebih dulu sampai di tanah? Buatlah dugaan dan berikan juga alasannya. Setelah memberikan kesempatan kepada anak membuat dugaan beserta argumen yang dibuat, selanjutnya adalah test and retest dugaan yang dibuat oleh anak, yakni dengan menjatuhkan keduanya secara bersamaan dari ketinggian yang sama.
“Nah, sekarang satu kertas sisanya saya bentuk menjadi pesawat kertas. Jika ketiga benda tersebut kita lempar ke atas, mana yang lebih dulu sampai ke tanah? Mengapa bisa terjadi seperti itu? Berikan analisa dan penjelasan terbaik kalian,” paparnya.
Ketiga contoh di atas, kata Hery, demonstrasi sain menjadi titik tolak untuk menjadikan anak tertarik. Aktivitas membuat dugaan, menganalisa, mengkomunikasikan didorong keluar dari siswa dipicu oleh why question yang dibuat oleh guru. Nah, apa yang dilakukan dalam aktivitas sederhana berbasis STEM tersebut sejalan dengan pandangan National Research Council (NRC) tentang proses belajar dan mengajar. Yakni: 1). Siswa datang ke kelas dengan dugaan tentang bagaimana dunia bekerja. 2). Untuk mengembangkan kompetensi dalam bidang inkuiri, siswa harus memiliki dasar pengetahuan faktual, memahami fakta dan ide dalam konteks kerangka konseptual, dan memanfaatkan pengetahuan untuk pengambilan keputusan dan penerapannya; 3). Guru membantu siswa belajar untuk mengendalikan pembelajaran mereka sendiri dengan menentukan tujuan dan memantau kemajuan mereka dalam mencapainya (NRC 1999). (aro/bis)