RADARSEMARANG.COM, Magelang – Kusnadi adalah penerima manfaat Kartu Indonesia Sehat (KIS) asal Kota Magelang. Sudah lama ia menjadi peserta pekerja bukan penerima upah/bukan pekerja Pemerintah Daerah (PBPU/BP Pemda). Ia merasa beruntung punya jaminan kesehatan yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Karena penghasilan sebagai juru parkir (jukir), hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
“Saya merasakan, program ini sangat tepat sasaran untuk masyarakat menengah ke bawah,” kata Kusnadi, Selasa, (27/9).
Sejak memiliki jaminan kesehatan, ia menjadi lebih produktif dalam bekerja. Pikirannya tenang. Tak lagi terbayang-bayang mahalnya biaya berobat, jika terjadi sesuatu pada kesehatannya. “Karena sudah ada kartu JKN-KIS ini, kalau merasakan sakit, saya langsung berobat,” ungkapnya.
Beberapa kali ia berobat ke puskesmas. Pernah dua kali dipakainya untuk menjalani rawat inap di rumah sakit Kota Magelang dan di Kabupaten Temanggung. “Saya pakai di luar kota tidak ada masalah,” aku warga Ganteng, Magelang Selatan itu.
Yang membuatnya berkesan, pelayanan bagi pasien JKN-KIS dengan umum tidak dibedakan. Ia terlayani dengan baik. Penuh keramahan. “Dokter dan perawatnya tidak membeda-bedakan pasien, walaupun saya berobatnya gratis, tapi fasilitasnya sama, makanannya juga bagus, pelayanan menyenangkan,” kenangnya.
Pelayanan yang seperti itu, membuatnya pulih lebih cepat. Segera kembali beraktivitas. Pengalaman baik ini kemudian ia ceritakan kepada saudara dan tetangga. Menepis anggapan yang selama ini salah. Jika selama pengobatan mengikuti prosedur, kata Kusnadi, tidak akan muncul masalah. “Bahkan tidak ada pungutan serupiah pun, semua gratis,” imbuhnya.
Melihat besarnya manfaat program JKN-KIS, pria 52 tahun ini punya harapan besar. Program JKN-KIS terus berkelanjutan. Serta makin banyak masyarakat menengah ke bawah yang masuk dalam daftar penerima bantuan iuran dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Kartu JKN-KIS pun selalu ia bawa saat bekerja.
Ia tidak bisa membayangkan bila tak memiliki JKN-KIS. Pasti mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk biaya berobat. Sedangkan ia menjadi orang tua tunggal, setelah istrinya meninggal pada tahun 2011. Ia membesarkan seorang putri yang memiliki keterbatasan. Dan pernah disekolahkan di lembaga pendidikan anak berkebutuhan khusus. “Tapi bagi saya, anak saya tetap istimewa,” ucapnya penuh harapan.
Saat ini, anak semata wayangnya itu tinggal di panti asuhan tak jauh dari rumah. (put/web/bas)