RADARSEMARANG.COM, Semarang – Pendidikan Subspesialis terkendala administrasi dan regulasi. Hal ini menyebabkan Indonesia kekurangan internis atau dokter penyakit dalam.
Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) Sally Aman Nasution mengatakan jumlah dokter penyakit dalam di Indonesia yang masuk dalam PAPDI sebanyak 5110 anggota.
Sementara dokter lain yang akan masuk spesialis masih terkendala dengan pusat pendidikan untuk subspesialis. Minimnya pusat pendidikan yang tutup karena terbenturnya administrasi dan relugasi ini jadi penyebabnya.
“Subspesialis ini ibarat dosen yang mengajar untuk dokter spesialis. Bagaimana akan ada dokter penyakit dalam yang baru jika yang mengajar tidak ada,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM di Hotel PO Semarang.
Saat mengisi acara KOPAPDI XVIII, ia menambahkan tidak sembarang dokter bisa menjadi subspesialis. Mereka harus lulus menjadi subspesialis terlebih dahulu melewati kolegium. Dengan ini perlu adanya pusat pendidikan untuk belajar. Menurutnya internis di Indonesia mulai berkurang. Kendalanya adalah minimnya pusat pendidikan subspesialis, dan sarana prasarana yang memadai. Pihaknya telah bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI agar perguruan tinggi yang kekurangan administrasi ini bisa dibantu dan segera diselesaikan.
“Idealnya tiga internis menangani 100 ribu orang. Saat ini masih kurang. yang perlu dilakukan adalah memperbanyak pusat-pusat pendidikan. Terutama di Indonesia bagian tengah dan timur,” tambahnya.
Menurutnya penambahan dokter spesialis dalam ini sangat penting dilakukan. Mereka bisa masuk di semua lini kesehatan. Mulai dari mendiagnosis, mencegah, dan mengobati penyakit kronis pada seseorang melalui pemberian obat atau tindakan non bedah. Seperti hipertensi, TBC, onkologi, dan penyakit lainnya.
“Dalam Kongres kali ini kita berupaya agar peningkatan layanan kesehatan di daerah kepulauan dapat memadai,” katanya.
Peran dokter internis ikut dan bertransformasi agar Indonesia bisa mengikuti perubahan zaman. Terutama diera kecerdasan buatan dan data besar. Sehingga saat ada dokter asing yang masuk. Harapannya dokter penyakit dalam di Indonesia tidak ketinggalan ilmu baru dan tetap menjadi kepercayaan masyarakat. (kap/web/bas)