RADARSEMARANG.COM, Semarang – CLA Group Indonesia mendorong UMKM batik di Jawa Tengah bisa membuka pasar di luar negeri. Hal tersebut, dikarenakan, keindahan batik asal Indonesia sangat diminati di manca negara.
“Sekarang persyaratan untuk ekspor lebih mudah karena pemerintah pusat terus menggenjot produk dalam negeri agar dikenal,” ungkap Claudyna C Ningrum, Founder CLA Group Indonesia di sela-sela pre event Senandung Budaya Batik Bareng Mikat di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Rabu (13/7).
Claudyna C Ningrum atau akrab disapa Dyna mengakui, permintaan batik untuk dikirim ke luar negeri memang sempat menurun selama pandemi Covid-19. Namun begitu, pesanan kembali berdatangan untuk produk tertentu. Diantaranya negara Oman dan Dubai yang meminta pengiriman sarung dan daster batik.“Mereka suka baju jadi dengan motif khas Indonesia,” kata dia.
Dyna melanjutkan, untuk meraih pasar di luar negeri, salah satu cara yakni mengikuti akun-akun kedutaan melalui Twitter. Dari media sosial, kemudian ada pihak-pihak merespon, namun tak sedikit pula diabaikan. Tawaran pameran di luar negeri mulai berdatangan seperti Belanda, Italia dan Australia. “Dari jaringan selama pameran itu hingga akhirnya ke pameran berikutnya,” kata dia.
Menurut dia, beda pasar beda pula selera. Produk yang dibawa ternyata tidak sesuai dengan keinginan market luar. Untuk kain, biaya jahit di luar negeri lebih mahal. Sedangkan, untuk baju terkendala ukuran. Alhasil, dia membawa aksesoris batik seperti syal, bros, dasi dan tas yang justru diterima pasar.
Selain membantu buka pasar, lanjut dia, juga membantu mengatasi kendala yang dihadapi UMMK. Seperti membantu menyediakan bahan baku jika di Indonesia terbatas.
“Saya pernah membantu pelaku UMKM yang mendapat pesanan jumlah banyak. Saya bantu mengusahakan kain dari China. Lalu dijadikan batik di Indonesia dan dikirim kembali ke negara tujuan ekspor,” kata dia.
Sementara itu, berkaca ke belakang, Dyna mulai menekuni batik sejak 2007. Berawal saat pindah ke Kota Semarang dan belum ramai batik asli ibukota Jawa Tengah ini. Kemudian, dia mulai mendesain batik dan memesan kepada perajin untuk menjadikan selembar kain. Kala itu dia menggambar motif batik kontemporer sesuai keinginan.
“Ada pula motif asem arang atau Semarang Asem Arang Arang untuk mempopulerkan batik Semarang,” tandasnya. (dit/web/bas)
