RADARSEMARANG.COM, Semarang – Pupuk menjadi kebutuhan yang krusial bagi petani. Namun di tengah terbatasnya pupuk subsidi, kehadiran pupuk non subsidi dirasa masih sangat mahal.
Untuk mengatasi itu, Guru Besar Bidang Kesuburan Tanah Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Ir. Suntoro Wongso Atmojo menyarankan petani untuk mulai menggunakan pupuk organik.
“Kalau subsidi terbatas, kita ganti dengan pupuk organik. Pupuk dari sekitar kita, misalnya jerami dimasukan ke dalam lahan. Itu tidak hanya NPK, tapi 16 unsur hara bisa tercukupi,” kata Prof. Suntoro.
Menurutnya, ada tiga cara penggunaan pupuk organik ini. Pertama, jerami digunakan pakan ternak kemudian kotoran ternak dibawa ke lahan. Kedua, jerami dikomposkan biar matang, kemudian langsung digunakan di lapangan.
Dan ketiga, jerami langsung ditumpuk dan diberi bakteri untuk cepat matang, atau langsung dibajak tercampur. “Itu sudah membantu dari kebutuhan pupuk yang sangat besar. Tidak mencukupi memang, namun minimal mampu mengurangi dari kebutuhan pupuk,” tuturnya.
Berdasarkan riset Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) 2018, setidaknya 70 persen dari 8 juta hektare lahan sawah di Indonesia kondisinya kurang sehat. Penyebabnya karena kandungan bahan organik yang rendah.
Kondisi di atas dinilai oleh pengamat pertanian, Khudori, merupakan dampak dari pola pemupukan yang tidak berimbang sekian lama. Penggunaan pupuk pada petani kita cenderung tidak rasional.”Ada sejumlah riset yang menunjukkan, saat ini penggunaan pupuk oleh petani itu sudah tidak rasional. Jumlahnya melebihi kebutuhan,” kata Khudori
Oleh karena itu, Khudori menyarankan petani untuk mulai rasional dalam penggunaan pupuk. Supaya tanah tidak semakin kehilangan unsur haranya, serta lebih efisien bagi ongkos produksi.”Jika ini kita jadikan pedoman, mestinya petani harus mulai rasional dalam memupuk,” pungkasnya. (den/bis/bas)