Penjelasan tambahan dari Penulis
Perlu kita ketahui bahwa orang-orang yang mendapat balasan yang sangat besar itu adalah mereka yang benar-benar berjuang menegakkan ajaran Islam dan kehormatan serta keamanan kaum muslimin, dalam situasi dimana ajaran Islam tidak boleh berkembang dan kaum muslimin diusir dari kampung halamannya serta didzoliminya, maka dalam keadaan seperti ini mereka memerangi serta menghalau kaum musyrikin dan munafiqin (اعداءالدين) dalam rangka menegakkan ajaran Islam dan kehormatan kaum muslimin. Apabila di antara mereka yang gugur di medan peperangan, maka ia berhak menyandang gelar sebagai syahid (orang yang mati syahid) dan ia berhak mendapat balasan yang besar seperti yang telah dijelaskan oleh Allah dalam ayat-ayat tersebut di atas, karena ia adalah syahid yang sesungguhnya, bukan syahid buatan sendiri atau ngaku-ngaku syahid seperti melakukan bom bunuh diri di tempat-tempat tertentu misal di hotel, gereja, pos polisi bahkan di masjid, orang yang mati seperti ini bukan mati syahid, namun mati dalam rangka melakukan kejahatan dan ia akan mendapatkan siksa berat kelak di akhirat seperti yang ia lakukan ketika membunuh dirinya, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhori dan Muslim, “Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu kelak akan berada di tangannya dan akan dia gunakan untuk menikam perutnya sendiri di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan minum racun, maka kelak ia akan meminumnya sedikit-demi sedikit di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-lamanya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, maka dia akan dijatuhkan dari tempat yang tinggi di dalam neraka Jahannam, kekal di sana selama-selamanya.”
Oleh karena itu, sebelum kita menobatkan diri sebagai mujahid, hendaknya kita persiapkan terlebih dahulu perbekalan yang cukup terutama pengetahuan di bidang keagamaan, kita harus mengaji, menuntut ilmu dengan guru yang berkompetensi, kita memilih guru yang ucapan dan tindakannya bisa kita tiru, dalam kitab Ta`lim yang sering diajarkan di pondok-pondok pesantren di bahas dalam fashol “في اختيارالْعلْمِ وَالأُسْتَاذ وَالشرِيْك والثبات “.
Karena jika kita mau belajar dengan ustad yang tidak hanya pandai dalam membaca Alquran dan lincah dalam berceramah, namun juga pandai mengaji, pandai memberi contoh serta memiliki akhlak yang terpuji, maka niscaya kita akan memperoleh ilmu pengetahuan yang bisa mencerahkan dan akan menambah wawasan kebangsaan serta kita akan selalu terinspirasi untuk senantiasa berbakti dan selalu berupaya untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi umat, masyarakat, agama, nusa dan bangsa.
Wa lanabluwannakum bisyai`im minal-khaufi wal-jụ’i wa naqṣim minal-amwāli wal-anfusi waṡ-ṡamarāt, wa basysyiriṣ-ṣābirīn “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al-Baqoroh:155).
( وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ ) : huruf lam (والام) adalah jawab dari qosam (sumpah), taqdirnya ialah: والّلهِ لَنَبْلُوَنَّكُمْ (Demi Allah, sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu). Kata بَلَاء artinya : ujian atau cobaan. بَلَاء terbagi menjadi dua macam yaitu berupa malapetaka atau kejelekan (اِبْتِلَاء) dan berupa kenikmatan atau kebaikan (اِنْعَام ).
Dunia adalah negeri (tempat) ujian dan cobaan. Ujian adakalanya berupa kebaikan dan adakalanya berupa kejelakan, sebagaimana firman Allah dalam QS Al Anbiya:35, “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu di kembalikan.”
(بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ ), pemakaian bentuk nakiroh berfungsi untuk menyatakan sedikit, بِشَىْءٍ attaqdir : بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْجُوعِ : sedikit dari ketakutan dan sedikit dari kelaparan.
Maksud ayat ini adalah, “Kami akan memberikan kalian cobaan untuk menguji keadaan kalian, dengan sedikit rasa takut (ketakutan), sedikit kelaparan (paceklik), kekurangan harta karena rusak, kekurangan jiwa karena terbunuh, meninggal atau menderita penyakit dan kekurangan buah-buahan karena terserang hama atau karena yang lain, dan kami akan melihat apakah kalian sabar atau tidak.
(وَبَشِّرِ ٱلصَّابِرِينَ ): dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar menghadapi ujian bahwa mereka akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Menangis dan bersedih, tapi hati tetap rida dan menerima qodho dan qodar dari Allah SWT adalah tidak merusak kesabaran dan tidak berdosa.
Disebutkan dalam Sahih Bukhori dan Sahih Muslim bahwa Nabi SAW menangis ketika putra beliau yang bernama Ibrahim meninggal, seseorang lantas bertanya, “Bukankah kamu melarang berbuat demikian?” Beliau bersabda: “Ini adalah ungkapan rasa kasih sayang.” Lalu beliau melanjutkan, “Air mata bercucuran dan hati bersedih, tapi kami tidak mengucapkan selain perkataan yang di rida Tuhan kami, dan sungguh kami berduka dengan kematianmu, wahai Ibrahim.”
Allażīna iżā aṣābat-hum muṣībah, qālū innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ụn “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun,” (QS Al-Baqoroh:156).
Kata مُصِيبَةٌ adalah isim mufrod dan jamaknya adalah مصائب. Musibah artinya segala apa yang diderita oleh seorang mukmin atau malapetaka yang menimpa terhadap seorang mukmin baik yang bersifat berat atau ringan. Nabi bersabda: ” كل ما اذى الْمؤمنَ فهو مصيبة ” (Segala sesuatu yang menyakitkan orang mukmin adalah musibah). Makna “إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ”
إِنَّا لِلَّهِ (sesungguhnya kami milik Allah), ini adalah sebuah ucapan tauhid (pengesaan Tuhan) dan kesaksian atas kepemilikan dan penyembahan kepada-Nya.
وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ : (dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami juga akan kembali). Ini adalah kesaksian kita atas kepastian binasanya setiap manusia, pembangkitan dari kubur mereka, dan keyakinan bahwa setiap perkara pasti akan dikembalikan hanya kepada-Nya.
Said bin Jubair mengatakan: “Kalimat ini tidak diberikan kepada satu Nabi pun kecuali Nabi Muhammad SAW, seandainya Nabi Ya`qub telah mengetahuinya pastilah ia tidak akan mengatakan : يَٰٓأَسَفَىٰ عَلَىٰ يُوسُفَ: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf” (QS Yusuf:84).