27 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Menthok Rendang Jawa Bu Fatonah Pekalongan Rasanya Ngangenin, Bumbunya Ngluget

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Selain lezat, menthok rendang Jawa Bu Fatonah terkenal ramah saat digigit. Dagingnya empuk. Konon karena cara memasaknya yang masih menggunakan kayu bakar. Meski letaknya tersembunyi, warung ini punya pelanggan dari luar kota.

Lokasi warung Menthok Rendang ini bukan di pinggir jalan raya yang ramai lalu-lalang kendaraan. Bukan pula di tempat yang menawarkan view (pemandangan) indah. Hanya warung rumahan biasa yang terletak di dalam sebuah gang, Desa Pandanarum, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan.

Meski begitu, warung ini jadi incaran para pecinta kuliner di Pekalongan Raya. Sering jadi pilihan makan siang para pembesar Pemkab dan Pemkot Pekalongan. Bahkan kata pemilik warung, Wali Kota Tegal saat ini masih sering mampir.

“Bupati Pekalongan dari zaman Pak Antono sampai Bu Fadia, semuanya pernah makan di sini bawa rombongan. Baru-baru ini wali kota Pekalongan juga makan di sini,” kata Rohmani, 51, menantu Bu Fatonah yang mengelola warung sekarang.

Rohmani mengaku tak ada resep rahasia dalam menthok rendang Jawa bikinannya. Bumbunya seperti rendang biasa. Namun ia tak memasak dengan kompor gas. Melainkan dengan kayu bakar. Pakai tungku.

“Iya, kami masih mempertahankan cara Bu Fatonah itu,” ucapnya.

Ia pun tak tahu memasak dengan kayu bakar itu berpengaruh terhadap rasa dan tekstur daging menthok. Ia hanya ngugemmi (memegang) apa yang almarhum mertuanya lakukan dulu.

Insyaallah tidak akan beralih ke kompor gas,” tegasnya.

Tapi, kata Rohmani, memang ada trik memasak menthok rendang Jawa dengan kayu bakar biar enak. Api kayu bakar jangan dibiarkan terus menyala. Api menyala hanya untuk beberapa saat. Jika daging dirasa sudah agak lunak, api dimatikan. Biarkan hanya bara api yang menyala.

“Sebab kalau api terus besar, dagingnya belum empuk, kuah sudah menyusut. Padahal kuahnya ini kan mengandung bumbu yang harus benar-benar meresap. Mungkin di bagian ini yang butuh keahlian khusus,” ungkapnya sambil tertawa.

Dulu, kata Rohmani, Bu Fatonah bingung menamai masakannya. Namun akhirnya ia memutuskan menamai Rendang Jawa.

“Orang Semarang dan orang wetan yang makan di sini menyebut ini rica-rica. Tapi bagi kami bukan, karena rica-rica itu dicincang dan pedas. Ini tidak, pedasnya juga sedikit,” jelas Rohmani.

Wartawan RADARSEMARANG.COM mencicipi satu porsi menthok rendang Jawa bagian paha. Rasanya memang lezat. Aromanya seperti rendang padang. Tapi kuahnya tidak sekental masakan rendang Padang. Dagingnya empuk. Digigit tidak berontak. Disajikan dengan nasi dan megono.

Indra Purnama, 29, salah satu pembeli sudah habis dua porsi. Warga Kecamatan Bojong ini, mengaku sudah sering makan menthok rendang Jawa Bu Fatonah.

“Dijamin kalau sudah merasakan bakal ketagihan. Rasanya ngangenin. Dagingnya tidak alot, bumbunya ngluget,” katanya.

Warung Bu Fatonah berdiri sejak 2001. Sebelum itu, Bu Fatonah berjualan keliling ke tempat-tempat keramaian, misalnya saat ada pemilihan kepala desa. Bu Fatonah menggelar lapak di sana.

Sepeninggal dia, kini usahanya dilanjutkan oleh salah satu anak dan menantunya. Tak hanya menthok, kini juga ada bebek dan ayam rendang. Satu porsi menthok rendang Jawa plus es teh/teh hangat dibanderol Rp 33 ribu. Buka setiap hari mulai Pukul 11.00 – 22.00. (nra/zal)

Reporter:
Nanang Rendi

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya