29 C
Semarang
Tuesday, 23 December 2025

Bukan Gule Biasa, Gule Kambing Bang Husen Kota Pekalongan Disajikan Pakai Kuah Kuah Kacang Hijau 

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Mau mencicipi gule unik di Kota Pekalongan? Gule Kambing Bang Husen patut dicoba. Kuliner legendaris ini menggunakan kuah kacang hijau. Keunikan itu justru menambah cita rasa gule menjadi lebih nikmat, dan diburu pecinta kuliner sejak 1946.

Makanan legendaris ini berada di Jalan Jlamprang, Krapyak, Kota Pekalongan. Gule kambing bang Husen memang unik, karena tidak menggunakan kuah santan. Tetapi menggunakan kacang hijau.

Saat disajikan, sudah terlihat sedikit berbeda. Karena dimasak dengan kacang hijau, kuahnya lebih kental. Dengan sedikit butiran-butiran kacang hijau melimpah yang bercampur dengan daging kambing.

Cira rasanya benar-benar gurih, meski tidak bersantan. Tekstur kacang hijau masih sangat terasa, tetapi dengan cita rasa tidak manis. Perpaduan daging kambing dan kacang hijau membuat cita rasa gule kambing ini benar-benar membuat ketagihan.

Gule Kambing Bang Husen Kota Pekalongan. (NANANG RENDI AHMAD/RADARSEMARANG.COM)

Gule kambing kacang hijau lebih nikmat disantap dengan nasi, lontong, atau dadar. Tergantung selera. Dadar sejenis roti maryam atau canai yang teksturnya lebih lembut.

“Saya generasi ketiga, pelanggan dari Jakarta, Surabaya, Solo, Cirebon. Kalau jamaah Habib Luthfi biasanya pesan dulu baru datang,” kata Husen kepada RADARSEMARANG.COM.

Warungnya sederhana, tetapi sudah ada sejak 1946. Di tempat itu, ada kursi kayu panjang sejarah berdirinya warung yang dimulai sang Kakeknya. Ia mengakui jika makanan yang dijual terkesan aneh. “Iya, katanya kok gule dicampur bubur kacang hijau. Ini gule yang hanya ditambah kacang hijau. Memang bukan gule biasa,” akunya.

Untuk bumbunya tak berbeda jauh dengan gule pada umumnya. Bumbunya sama. Yang membedakan, kacang ijo harus dimasak dengan tulang-tulang kambing, bukan daging kambing. Kalau tidak dengan tulang, nanti kekentalan kuahnya kurang. Husen biasa memasak dua jenis kuah. Satu khusus gule, dan satu untuk kacang ijo. “Karena kadang ada yang beli tidak pakai kuah kacang hijau,” kata pria 47 tahun tersebut.

Husen menjamin, tak ada ahli memasak yang bisa membikin dadar. Katanya, butuh tangan terlatih dan wajan khusus. Wajan itu wajan biasa. Tapi, tak boleh digunakan untuk keperluan lain. “Karena akan lengket dan gosong. Coba saja kalau tidak percaya. Kalau pakai teflon mungkin bisa, tapi coba bedakan rasanya. Saya jamin, sulit sekali,” tambahnya.

Kebanyakan pelanggan lebih suka menyantapnya dengan lontong atau dadar. Alasannya karena tekstur kacang ijo sudah mirip nasi.  “Dulu saya mikirnya aneh. Membayangkan saja eneg. Tapi setelah nekat mencoba enak dan lebih cocok pakai dadar,” aku Istianah, salah satu pembeli asal Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan.

Husen bercerita gule kacang ijo bukti kreatif dan inovatifnya warga Krapyak. Ia tak tahu pasti seperti apa awal munculnya makanan ini di Krapyak. Namun sejak tahun 1957 kampung halamannya sudah dihuni banyak orang Arab. Mereka memakan makanan olahan daging kambing. “Kemungkinan besar makanan ini bermula dari pengaruh pendatang asal Arab yang kemudian dimodifikasi masyarakat lokal,” tambahnya.  (nra/fth)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya