RADARSEMARANG.COM – Makanan khas Kota Semarang yang kedainya berderet di seberang Taman Indonesia Kaya adalah Tahu Gimbal. Menariknya, hampir seluruh kedai tersebut menggunakan nama Pak Edi. Ada Tahu Gimbal Pak Haji Edy, Ada juga Tahu Gimbal Pak Edi.
Menu masakan khas Semarang ini berupa tahu goreng yang diracik bersama sayuran kol, bakwan udang, telur dadar, dengan kuah sambal kacang yang diuleg kasar. Cita rasanya manis dan gurih.
Makanan khas ini bisa dijumpai di banyak warung makan di seluruh penjuru Kota Semarang. Tapi yang menarik tentunya para penjual tahu gimbal di seberang Taman Indonesia Kaya.
Tepatnya di shelter Jalan Pandanaran II, Kota Semarang. Meski saling berdampingan di satu lokasi, sama-sama menggunakan nama Pak Edi. Ada delapan penjual tahu gimbal dengan nama sama.
Para pendatang pasti bingung, kalau disuruh mencari Tahu Gimbal yang benar-benar pemiliknya bernama Pak Edi. Apalagi jika diminta mencari salah satu kedai yang memiliki hak paten Pak Edi/Pak Edy. “Saya juga bingung kenapa semua memakai nama Pak Edi/Pak Edy?” kata Tri, salah satu pembeli tahu gimbal.
Tri pun memilih warung berdasarkan sreg hatinya. Mencari yang lebih dekat dengan posisinya parkir kendaraan. “Pokoknya beli tahu gimbal,” katanya.
Ternyata kesamaan nama itu sempat menjadi polemik antarpedagang setempat. Bahkan ada yang sudah menempuh jalur hukum melalui pengacara dan kepolisian. Seperti yang dilakukan oleh pihak keluarga almarhum Sumarlan dengan mendaftarkan hak paten Tahu Gimbal Pak Edi sebagai produk aslinya.
“Untuk membersihkan nama Tahu Gimbal Pak Edi dari yang lainnya, kami sudah menghabiskan sekitar Rp 15 juta,” kata Adi, putra ketiga almarhum Sumarlan.
Bahkan, pihak keluarga almarhum Sumarlan sempat memperingatkan pedagang lain yang menggunakan nama Tahu Gimbal Pak Edi untuk mengganti dengan nama yang lain.
Hal itu sudah dilaksanakan dan beberapa di antaranya sempat diganti dengan nama Edi Iz, Edi Panut, Edi Gareng, Edi Petruk, dan variasi nama lainnya. Namun hanya bertahan dua hari saja. Setelah itu kembali lagi menggunakan nama Edi saja.
“Ya mungkin karena tidak laku jika tidak menggunakan nama Edi. Karena di Semarang memang terkenalnya Tahu Gimbal Pak Edi,” jelas Adi.
Sementara itu Kamsani, 67, pedagang tahu gimbal dengan nama Pak H Edy, tidak terlalu mempermasalahkan banyaknya penjual yang menggunakan nama Edi. Apalagi dirinya sudah berjualan lebih lama, dibandingkan dengan Sumarlan jualan, yakni sejak tahun 1971.
Ia lebih memilih membiarkan banyak pedagang tahu gimbal menggunakan nama Tahu Gimbal Pak Edy. “Justru hal itu akan memunculkan rasa tahu gimbal yang beragam. Soal rasa dan harga, biarkan saja masyarakat yang menilai,” katanya legowo.
Akibat pendemi Covid-19 yang tak kunjung usai, membuat banyak pedagang mulai gulung tikar. Penjual tahu gimbal yang bertahan tinggal delapan kedai. Kamsani salah satu yang tetap bertahan. Dirinya sudah memiliki pelanggan setia, bahkan turun temurun.
“Karena rezeki sudah ada yang mengatur. Toh kalau sudah ngerti pasti tahu, Tahu Gimbal Pak Edy itu yang mana,” kata Kamsani yang jualan tahu gimbal dan es campur durian mulai pukul 11.00 hingga pukul 21.30.

Penggunaan Nama Pak Edi, Saran dari Sesepuh Demak
Tidak ada nama Pak Edy yang menjadi cikal bakal adanya tahu gimbal. Penggunaan nama Pak Edy hanya pesan dari sesepuh yang berada di kawasan Demak supaya dagangannya laku.
Ketua Paguyuban Pedagang Jalanan (PPJ) Kawasan Taman Indonesia Kaya Purwanto menjadi saksi bahwa pedagang pertama tahu gimbal adalah Kamsani yang sekarang menggunakan nama Tahu Gimbal Pak H Edy. Kala itu dagangannya masih dipikul menggunakan keranjang berkeliling di Simpang Lima hingga area Jalan Pahlawan.
“Aslinya Pak Edi itu tidak ada. Itu hanya omongan dari sesepuh. Kalau mau laku jualan tahu gimbal, coba pakai nama Edi,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Meski begitu, yang kali pertama menggunakan nama Tahu Gimbal Pak Edi adalah ketua paguyuban sebelumnya Alm. Sumarlan. Pihak keluarga Sumarlan sempat membuat hak paten atas tahu gimbal dengan nama ‘Tahu Gimbal Pak Edi Asli’. “Namun sejak meninggalnya Pak Marlan, para pedagang meminta izin kepada istrinya untuk memakai nama Edi di dagangan tahu gimbal mereka,” tuturnya.
Dari sanalah mulai banyak bermunculan pedagang tahu gimbal dengan nama Edi. Bahkan penjual yang tidak memiliki nama Edi pun merubah nama dagangannya dengan menyematkan nama asli mereka di belakang nama Edi.
“Ada yang pakai nama Edi Asli, ada juga yang pakai nama EdiIz, Edy Panut, dan masih banyak variasi namanya. Ada yang pakai akhirnya ‘i’, ada juga yang pakai akhiran ‘y’,” ungkap pria asal Semarang ini.
Hingga tahun 2008 terkena sterilisasi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang kala itu. Akhirnya diberikan tempat berupa shelter di kawasan Taman KB atau yang saat ini menjadi Taman Indonesia Kaya.
Sejak 2008 hanya ada dua yang menggunakan nama Tahu Gimbal Pak Edy. Yaitu Pak Kamsani dan Pak Sumarlan. Namun tahun 2018, para pedagang lain ikut-ikutan menggunakan nama Pak Edy untuk bisa bertahan. “Karena tahu gimbal yang terkenal di Semarang ya memang Tahu Gimbal Pak Edy,” katanya.
Saat ini ada sekitar 48 pedagang kaki lima yang tergabung dalam PPJ Kawasan Menteri Supeno ini. Terdiri atas 11 pedagang dari taman KB, 28 pedagang dari area Jalan Pahlawan dan 9 pedagang yang merupakan saudara dari pejabat kawasan ini. Dagangan yang dijual bermacam-macam mulai dari tahu gimbal, jagung bakar, nasi goreng, es buah dan lain-lain. (cr3/cr6/ida)