31 C
Semarang
Friday, 20 December 2024

Akulturasi dalam Sepiring Lontong Cap Go Meh

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Menjelang perayaan Cap Go Meh masyarakat Tionghoa memiliki tradisi membuat lontong. Sepiring hidangan yang sarat akulturasi budaya dengan cita rasa menggoda.

Untuk menemukan lontong cap go meh tidak mudah. Penjualnya tidak banyak. Tetapi ada salah satu yang cukup dikenal. Yakni Waroeng Kopi Alam berlokasi di Jl. Singosari Timur, Wonodri, Kota Semarang.

“Sejarahnya itu ketika Lebaran biasanya orang Tionghoa mendapatkan kiriman lontong opor dari tetangga. Ketika Imlek sampai Cap Go Meh, orang Tionghoa mengadaptasi hal ini dengan memberi makanan yang halal dan spesial layaknya opor,” ujar Asrida Ulinuha, founder Waroeng Kopi Alam kepada RADARSEMARANG.COM.

Makanan ini memiliki variasi isi yang berbeda-beda tergantung tradisi keluarga dan wilayah. Di Waroeng Kopi Alam, lontong cap go meh memiliki tujuh isian. Yaitu lontong, lodeh, sambel goreng, abing, telur rebus separo, koya, ayam, ditambah kerupuk udang. Tujuh macam melambangkan kesempurnaan ritual dalam masyarakat Tionghoa.

Penggunaan lontong pada makanan ini memiliki nilai filosofis. Bentuk bundar dari lontong melambangkan bulan purnama penuh. Cap Go Meh dirayakan ketika malam bulan purnama. Telur pun harus dibagi dua sebab bentuk kuning telurnya ketika dibelah juga berbentuk bundar yang menggambarkan makna serupa.

“Nilai filosofis lain adalah keragaman isi yang menggunakan bumbu Tionghoa seperti abing, makanan Jawa seperti lodeh. Dan bahan lainnya itu melambangkan bahwa harus hidup akur dan rukun layaknya saudara yang berbaur dalam keberagaman,” jelas Ulin.

Keunikan makanan ini selain dari keragaman isi dan filosofinya adalah sejarah pengadaptasiannya. Bila biasanya masyarakat Indonesia mengadaptasi makanan Tionghoa untuk dijadikan makanan lokal, namun ini kebalikannya.

Cita rasa lontong cap go meh layaknya menyantap lodeh yang diberi lontong dengan telur dan ayam. Ditambah sensasi gurih-manis dari sambel goreng ati, koya, serta abing. “Resep yang kita dapatkan merupakan warisan turun-temurun. Yang memasak adalah ART yang sudah sangat lama bekerja dengan keluarga Tionghoa” tambahnya.

Menurut Ulin, antusiasme masyarakat cukup tinggi pada menu ini. Karena lontong ini spesial. Tidak ada setiap waktu. “Lontong cap go meh nggak bisa dimakan setiap hari. Jadinya orang berusaha untuk mencobanya sebelum Cap Go Meh selesai. Resepnya juga otentik dan cita rasanya cocok dengan lidah lokal,” tuturnya.

Waroeng Kopi Alam buka setiap hari dari pukul 07.00-22.00. Seporsi menu yang tersedia saat Imlek sampai dengan Cap Go Meh ini dibanderol Rp 35.000, yang sudah sepaket dengan teh hangat. (mg3/mg4/lis)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya