RADARSEMARANG.COM – Keunikan rasa es Semanggi di Kota Magelang pasti dirindukan siapa saja yang pernah mencicipinya. Komposisi utama minuman ini hanya perpaduan santan, dan sirup beraneka warna yang diracik secara khusus oleh pemiliknya.
Es Semanggi bisa dinikmati dengan tambahan susu, roti, tape, dawet, juga pleret. Nyegerin banget! Harganya juga murah. Mulai dari Rp 3.500 sampai Rp 10.000 per gelas. Harga ini ditentukan varian rasa. Menu yang paling banyak dicari adalah es pleret. Pleret ini dibuat dari beras, berwarna putih. Memiliki tekstur lembut dan sedikit kenyal.
“Saat ramai, kami bisa menjual sampai 500 gelas per hari, setelah Covid-19 sedikit sepi. Paling sekitar 300-an gelas saja,” aku pemilik usaha Lena Anggraini.
Pembeli es Semanggi ini dari berbagai kalangan. Dari masyarakat umum, sampai pejabat. Lalu, orang-orang dari luar daerah. “Yang sedang pulang kampung ke Magelang juga banyak yang ke sini.”
RADARSEMARANG.COM juga berkesempatan mengulik sejarah keberadaan es Semanggi yang melegenda. Sejak tahun 1960-an sampai sekarang, depot es ini tetap ramai dikunjungi pelanggan setianya. Walau depot es Semanggi sudah berpindah tiga kali. Pertama di samping TITD Liong Hok Bio, pindah ke samping bioskop Magelang Teater (MT). Sekarang menyewa kios di basement Matahari Departement Store Magelang.
Leni, merupakan cucu pendiri depot es Semanggi, Tasman. Sepeninggal kakeknya, depot es ini diwariskan ke ayah Lena. Ketika ayahnya meninggal, usaha tersebut diteruskan budenya. Sekarang ia yang melanjutkan.
“Saya baru mengelola dua bulan ini, diminta keluarga untuk meneruskan usaha simbah. Karena bude dan anaknya bude yang mengelola usaha sebelum saya ini sudah meninggal,” ujarnya.
Lena sedikit beban, takut cita rasa berubah. Tapi dia tetap berusaha mencoba, karena sejak kecil dirinya sudah diajari oleh kakeknya untuk memasak bahan-bahan es Semanggi. “Takarannya sudah dikasih tahu,” akunya.
Ia juga mendapat arahan dari budenya yang membuka depot es Semanggi di Menowo. “Cabang kita cuma satu, di Menowo dikelola anak simbah yang pertama. Yang boleh pakai nama ini memang hanya anak dan cucunya saja,” tuturnya.
Nah, di depot es ini juga disediakan aneka jenis gorengan. Seperti bakwan mangkok, risoles, lumpia. Dulu, kata Lena, gorengan-gorengan itu dibuat sendiri oleh neneknya, Sukinah. “Kalau sekarang disetorin semua,” imbuh perempuan 30 tahun itu. (put/lis/bas)