RADARSEMARANG.COM – Banyak restauran atau kafe bermunculan di Salatiga. Namun ada satu yang berbeda yakni Naruna Open Space. Kafe yang berlokasi di Jalan Sawosari Nomor 2, Bugel, Salatiga ini, menawarkan tiga pengalaman sekaligus.
Tidak sekadar tempat makan dengan fasat yang begitu estetik, pengunjung juga bisa belajar membuat keramik. Tempat tersebut juga menyediakan tempat yang cozy untuk mengerjakan tugas kuliah maupun kantor.
Menu makanannya pun out of the box. Tempat seluas 700 meter persegi ini, dilengkapi fasilitas yang estetik. Tempat duduk dibuat nyaman. Setting-an ruangan cukup menyejukkan dan membuat adem. Letak antar ruang tinggi berjenjang sehingga berkesan lebih luas dari ukuran sebenarnya.
Masuk ke dalam, di sisi kiri akan terlihat heksagon area. Tempat duduk yang dibuat berbentuk segi enam dan susun. Menyerupai sarang tawon. Ada 10 ruangan di heksagon.
Sementara di sisi kanan adalah area cafe. Puluhan kursi dan meja tertata rapi. Pemilihan warna dan furniture yang dipakai pas. Jika berfoto akan mendapatkan hasil yang menarik.
Menuju ke lantai dua, ada spot Showroom Keramik Homemade dan Pottery Class. Showroom keramik ini memang produk Naruna, bisnis awal yang dikembangkan Roy Wibisono. Kemudian, pengunjung juga bisa belajar membuat keramik di pottery class. Bagi pengunjung yang ingin merasakan sesansi membuat keramik, akan mendapat arahan dari ahlinya.

Setelah itu, ada tangga yang agak curam ke lantai tiga. Meski disebut lantai tiga, naiknya membutuhkan dua kali tangga naik. Atau 30 anak tangga. Menuju ke Grand Langit. Di sini adalah resto yang berkesan terpisah dari Naruna. Koki dan krunya berbeda. Penyajian dan harga juga berbeda.
Roy Wibisono menyebut, kondisi Naruna sekarang jauh di atas ekspektasinya. Sejak buka 2021 lalu, pengunjung yang datang bisa mencapai 4.000 orang per bulan.
“Yang nongkrong mengerjakan tugas banyak. Mahasiswa dan pegawai juga. Kita tidak membatasi jam. Dan juga disediakan wifi yang cukup kuat,” tutur Roy.
Namun yang banyak datang menurutnya justru rombongan dan keluarga. Rombongan yang datang, selain menggunakan lokasi untuk pertemuan, juga untuk berlatih membuat keramik.
Soal menu, antara Naruna dan Grand Langit memang berbeda. Menu di Naruna seperti layaknya eatery lain. Terjangkau. Dari kopi, jus hingga makanan berat.
Berbeda dengan Grand Langit. Di sana adalah tempat di mana pengunjung tidak mempermasalahkan harga. Karena memang ada perbedaan kokinya, bahan dan hasil masakannya. Selain itu, jika senja dan cuaca cerah, pengunjung bisa menyaksikan pemandangan Gunung Merbabu dan juga sunset.
Menu yang ditawarkan tidak hanya yang regular. Ada paket khusus dengan harga mulai dari Rp 125 – 275 ribu per pax. Tiap pax mendapatkan appetizer, maincourse, dessert dan minuman. Ditambah di awalnya akan bisa mencicipi kudapan pilihan koki. Yang biasa disebut amouse bouche.
“Di sini dimasak oleh masterchef langsung. Karyanya berbeda. Hasil dan penyajiannya pun berbeda,” ujar Roy Wibisono. Tempat duduk yang disediakan di Grand Langit tidak sebanyak yang di Naruna.
Saat mencoba menu lumpia, memang penyajiannya berbeda. Butuh orang bisa memahami masakan untuk menikmati sajian tersebut.
Namun yang di Naruna bisa memesan menu dari Grand Langit juga. Terlebih untuk lansia, karena untuk naik ke lantai tiga memang membutuhkan ekstra power. Total dari masuk ke lantai tiga, akan melewati 92 anak tangga.
“Ke depan kami akan berusaha membuat tiga tempat baru yakni di Telomoyo, Sepakung dan Borobudur,” ujarnya. (sas/zal)