RADARSEMARANG.COM – Bangunan tua identik dengan menyeramkan. Salah satunya tergambar di bangunan SMPN 40 Semarang.
Bangunan era kolonial tersebut sampai sekarang masih berdiri kokoh. Digunakan sebagai ruang guru, tata usaha, kepala sekolah, dan musik. Guratan ornamen semakin menambah daya magis di bangunan heritage SMP 40 Semarang tersebut.
Kepala SMP N 40 Semarang Rani Ernaningsih mengutarakan, selama ini tidak ada sisi bangunan yang diubah. Semua masih sesuai dengan fungsinya. Mulai dari jendela berukuran besar, tangga, pilar. Pihak sekolah hanya mengecat putih sebagai bentuk pelestarian. Serta menghilangkan kesan seram di bangunan lama.
“Jika dilihat dari sejarahnya, ini dulunya merupakan bangunan rumah milik orang Belanda, kemudian dibeli pemerintah dan dibuat sekolah,” kata Rani.
Jika dilihat dari sejumlah catatan sejarah, sebelum difungsikan sebagai sekolah, bangunan tersebut milik seorang Belanda bernama Wanike. Terdiri dari dua bangunan utama.
Sebagian besar bangunan hanya 1 lantai. Kecuali bangunan inti yang berlantai 2 dan membentuk sudut. Bangunan inti menonjol keluar. Bangunan dengan langgam barok dan sedikit eklektik ini diselesaikan dengan detil yang beragam. Bagian depan bangunan terdapat gunungan sehingga menyerupai arsitektur klasik. Pintu masuk ditutup dengan atap pelana.
Sekolah Teknik (ST) difungsikan pertamakali. Bangunan seluas 3000 meter persegi itu kemudian disekat menggunakan kayu dan jadi ruang kelas kala itu. Tepatnya di 1970-an. “Kalau dari catatan sejarah yang kami runtut seperti itu,” ujarnya. Di 1990-an lantas difungsikan untuk SMPN 40 Semarang.
Sejak Rani menjabat sebagai Kepala SMPN 40 Semarang, sejumlah kejadian janggal sering terjadi. Di antaranya yaitu kesurupan masal. “Kesurupan itu terjadi di 2015 awal mula saya masuk sini,” katanya.
Kejadian tersebut ternyata juga dialami saat pergantian kepala sekolah baru di tempat tersebut. “Bisa dibilang seperti ucapan selamat datang lah,” katanya lagi. Ia pun memaklumi, apalagi notabene bangunan utama sekolah itu merupakan bagian dari heritage.
Kesurupan masal terjadi saat ada kegiatan di sekolah. Saat itu banyak siswa yang kecapekan sehingga tidak konsentrasi dalam mengikuti kegiatan sekolah. Alhasil ketika mendapatkan tugas, para siswa banyak yang marah. “Pemikiran logis kita seperti itu. Ditambah karena berada di bangunan tua yang suasananya berbeda,” katanya.
Dikatakannya, satu hal yang tidak boleh dilakukan saat berada di dalam bangunan tua SMPN 40 Semarang, yakni melamun. “Ya pantangannya jangan sampai melamun itu saja, kalau melamun kayak ada yang mau ‘masuk’,” katanya.
Namun secara empirik, lanjutnya, ketika seseorang tidak melamun akan mudah diajak komunikasi. “Jadinya jangan dihubungkan dengan hal-hal yang lain ya,” tuturnya.
Saat ini pihak sekolah hanya memfungsikan bangunan heritage sekolah untuk ruang kepala sekolah, tata usaha, dan guru saja. Semenjak adanya kesurupan masal lima tahun silam, aktivitas siswa dipindah ke aula bangunan baru. (ewb/ton/bas)