RADARSEMARANG.COM – Hanya ada tiga stadion di Indonesia yang memenuhi standar FIFA. Karena itu, diperlukan jalan tengah: mengubah sistem penyelenggaraan pertandingan dengan memperhatikan benar manajemen mitigasi. Mulai membatasi penonton sampai mengatur waktu pertandingan disesuaikan dengan tensi laga.
DI Stadion Marora, Anda bahkan bisa memarkir sepeda motor ke dalam kandang Perseru Serui. Pilihan lain: memilih memanjat pohon yang lebih tinggi daripada tembok pembatas stadion setinggi 2,5 meter.
Liga 1, strata teratas kompetisi sepak bola di tanah air, untuk kali pertama dihelat pada waktu itu: 2017. Otomatis semangat penyelenggaranya, PT Liga Indonesia Baru, tengah membubung.
Tapi, Jawa Pos ada di sana ketika itu dan menyaksikan langsung betapa memprihatinkannya kondisi stadion di Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, tersebut. Mulai kualitas rumput sampai rusaknya bench. Belum lagi kecilnya bus penjemput hingga sulitnya akses ke Serui.
Jadi, bagaimana bisa Marora lolos verifikasi stadion untuk tim strata teratas ketika itu? Kalau mau jujur, pertanyaan serupa sebenarnya bisa disodorkan kepada operator liga sejak verifikasi mulai dilakukan di era Indonesia Super League pada 2008.
Sebab, dari musim ke musim selalu saja ada (atau bahkan banyak) stadion yang tidak layak digunakan untuk kandang klub strata teratas.
Termasuk di Liga 1 musim ini. Tragedi Kanjuruhan menunjukkan ternyata stadion di Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu kali terakhir diverifikasi pada 2020.
Padahal, menjelang musim bergulir, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita berkilah inspeksi semua stadion sudah dilakukan. Yang meliputi fasilitas dan insfrastruktur stadion secara keseluruhan.
Sekarang, setelah tragedi yang menelan 135 nyawa, audit stadion yang menjadi kandang kontestan Liga 1 dan Liga 2 kembali diadakan. Lima stadion sudah didatangi tim bentukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: Gelora Joko Samudro dan Stadion Petrokimia, Gresik; Stadion Brawijaya, Kediri; Gelora Delta, Sidoarjo; Stadion B.J. Habibie, Parepare; dan Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Hasil audit mereka akan dibahas bersama perwakilan Kementerian PUPR, Kementerian Pemuda dan Olahraga, FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional), serta akademisi. Lalu, bagaimana seharusnya stadion yang ideal untuk pertandingan liga profesional itu?
Nugroho Setiawan, pemegang lisensi FIFA Security Officer, menyebutkan, baru ada tiga stadion berstandar FIFA di Indonesia: Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion Manahan (Solo), dan Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya).
Namun, di antara tiga venue itu, Stadion Gelora Bung Tomo memerlukan penyempurnaan. ”Kalau Gelora Bung Tomo, fasilitas dalamnya bagus. Tapi, aksesnya belum sempurna,” ujar Nugroho kepada Jawa Pos kemarin.
Meski baru sedikit stadion di Indonesia yang berstandar FIFA, Nugroho menilai lanjutan Liga 1 tidak perlu terpusat di tiga stadion itu. Kompetisi bisa dimainkan di home base klub masing-masing. Asalkan ada perubahan signifikan.
”Kalau bicara ideal, sebenarnya home base Liga 1 harus dibuat dengan standar FIFA. Tapi, itu perlu waktu, butuh waktu 1 tahun. Karena itu, bisa dicari jalan tengah,” ungkap Nugroho.
Jalan tengahnya, mengubah sistem penyelenggaraan pertandingan. Klub dan panitia pelaksana (panpel) pertandingan harus memperhatikan manajemen mitigasi.
”Misalnya, jumlah penonton dibatasi. Waktu pertandingan juga harus dilihat kembali, apalagi jika menggelar pertandingan yang high-risk,” katanya.
Kalau pertandingan tensi tinggi dimainkan malam, lanjut dia, risikonya tinggi. ”Jika terjadi situasi paling buruk, akan sulit. Kondisi sudah gelap,” ujarnya.
Eks COO PT LIB Tigor Shalomboboy menambahkan, sebenarnya jika verifikasi dijalankan dengan baik, tragedi Kanjuruhan mungkin tidak akan terjadi. Khususnya ketika sebuah tim sudah mendapat AFC Club Licensing seperti Arema FC. Menurut dia, andai proses lisensi berjalan dengan baik, tentu beberapa aspek yang bisa merugikan dihilangkan.
Tigor mengatakan, dalam kasus infrastruktur, AFC tidak melakukan verifikasi secara langsung jika Arema FC tidak berkompetisi di level Asia. Arema FC hanya menyampaikan dokumen, yakni stadium checklist, safety certificate, dan approved evacuation plan.
”Biasanya dokumen verifikasi dilakukan liga (PT LIB). Kalau diperlukan, baru tim licensing melakukan verifikasi on-site,” ungkapnya.
Tigor menceritakan, ketika dirinya masih di LIB, semua proses lisensi, termasuk verifikasi stadion, dilakukan operator kompetisi. Namun, sekarang ada dua pihak, yakni PSSI dan LIB.
Musim ini, menurut Tigor, verifikasi stadion tidak berjalan maksimal. Masih banyak stadion yang tidak layak untuk menggelar pertandingan high-risk. Banyak faktor yang menjadi penyebab.
”Karena tidak dijalankan prosesnya. Fokus ke World Cup U-20 mungkin,” jelasnya.
Selain itu, LIB tidak menjalankan standar inspeksi dengan baik. Termasuk untuk menentukan stadion tempat diselenggarakannya kompetisi.
”Tim itu (inspeksi) bekerja berdasar arahan atasan dan pimpinan. Bergantung pimpinannya, rujukan sudah jelas kok,” ungkapnya. (fiq/rid/c19/ttg/ap)