RADARSEMARANG.COM – Kopi ada di mana-mana. Dalam suasana apapun. Bisa jadi lambang kegayengan di masyarakat. Kopi bisa terhidang di pos ronda, angkringan hingga kafe mewah.
Setiap malam, pos ronda RW 11 Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang tak pernah sepi. Warga yang bertugas jaga malam berkumpul sambil bersendau gurau. Tak lupa gelas-gelas berisi kopi selalu menemani.
Ketua RW 11 Kelurahan Bangetayu Kulon Hedi Rahmad mengaku sering menikmati kopi pada saat ronda malam. Yang dimulai sekitar pukul 21.00 sampai 23.00. “Suasana ronda lebih mengasyikkan dengan menikmati kopi hitam. Bisa sampai pagi,” jelasnya.
Ia biasanya bersenda gurau sekaligus bertukar informasi bersama bapak-bapak RW 11 lainnya. “Kami biasanya berdiskusi tentang sistem kamtibmas yang ada di RW 11 Bangetayu Kulon,” tuturnya.
Kopi menjadi salah satu menu yang sering dipesan pelanggan Angkringan Putra Solo (Apolo) di daerah Kaligawe, Kota Semarang. Angkringan yang buka 24 jam ini sering jadi tempat nongkrong warga ataupun mahasiswa yang menyelesaikan tugas kuliah. Fasilitas wifi, toilet, stop kontak listrik jadi daya tarik untuk nongkrong berlama-lama ditemani kopi.
Muhammad Fahrurrozi mengaku sering ke Apolo apabila pikiran suntuk dan butuh refreshing. Dengan memanfaatkan fasilitas yang ada, ia bisa bermain game online di smartphone-nya sepuasnya. Tak lupa ia memesan kopi. “Aktivitas menjadi lebih enak. Kalau tidak ngopi, terasa ada yang kurang ketika beraktivitas,” ungkapnya.
Menjamurnya minimarket juga dibarengi dengan berkembangnya usaha kecil yang membuka lapak di halamannya. Tak terkecuali outlet pedagang kopi. Kebanyakan mereka membuka kedai mungil yang hanya melayani take away.
Salah satunya di depan Alfamidi Gajah Mungkur, Kota Semarang. Kedai kopi bernama Demi Cinta Kopi itu menyediakan berbagai varian minuman. “Sekitar 80 persen pelanggan adalah pembeli di minimarket,” terang Syifa, salah satu pegawai Demi Cinta Kopi. Kedai ini memang tak didesain sebagai tempat nongkrong layaknya kafe. “Tak ada fasilitas tempat duduk apalagi wifi,” jelasnya.
Salah satu pembeli, Laras mengungkapkan keberadaan tempat memang penting. Tapi cita rasa tetap yang paling utama. Menurutnya, meskipun tempatnya tidak menyediakan tempat duduk yang memadai, kalau lidahnya cocok pelanggan tetap akan datang.
Laras pun mengakui, pertama kali mencoba kopi di sana dikarenakan berbelanja di minimarket yang ada di belakangnya. “Awalnya penasaran aja pas kebetulan jajan ke sini,” terangnya.
Coffee shop bagi Dwi Utaminingsih bisa dijadikan tempat healing dan menghilangkan penat setelah seharian bekerja. Wanita yang akrab disapa Nining Sekar ini pun kerap menggunakan Coffee shop untuk bertemu dengan klien.
“Setelah pulang kerja, mungkin buat menghilangkan penat ya bertemu dengan temen-temen,” kata kepala humas Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang ini.
Selain buat nongkrong, terkadang tempat ngopi juga digunakan untuk rapat kecil-kecilan dengan teman satu kantor biar ada suasana yang berbeda. “Kadang buat rapat juga sih, biar ada refreshment. Karena pekerjaan selalu menuntut something new, something fresh, out of the box, yang bisa menunjang brand awareness institusiku,” tuturnya.
Pandemi, kata dia, juga menjadi alasan meeting di coffee shop bersama dengan klien. Apalagi kunjungan orang luar ke kampus pun dibatasi agar tetap steril. Dalam sehari, ia mengaku bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk bertemu dengan klien atau melakukan rapat.
“Kalau aku ngopi biasanya memilih vanilla latte, hot latte, dan caramel machiato yang tidak terlalu strong, apalagi kadang harus berpindah ke beberapa tempat jadi perut tetap aman,” jelasnya. (cr6/cr9/den/ton)