30.4 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Dari Total 35 Kabupaten dan Kota di Jateng, 29 Daerah Memiliki Perkebunan Kopi

Setahun, 9 Ribu Ton Kopi Jateng Diekspor

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Kopi asal Jawa Tengah menjadi salah satu primadona di luar negeri. Dalam satu tahun terakhir, setidaknya ada 9 juta kilogram atau 9 ribu ton biji kopi asal Jateng diserap pasar internasional.

Ekspor kopi dari Jawa Tengah hingga saat ini terus berlangsung ke sejumlah negara. Plt Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah Tri Susilarjo menyampaikan awal September ini mengirim ekpor kopi perdana ke Vancouver, Kanada sebanyak 19.000 kilogram atau 19 ton.

Tercatat pula selama ini ekspor terbanyak ke Mesir mencapai 4,4 juta kilogram biji. Kemudian disusul Iran 1,2 juta kilogram, Georgia 900 ribu kilogram, dan masih ada 42 negara lainnya. “Potensi kopi kita itu luar biasa. Baik pasar domestik maupun luar negeri,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.

Dari total 35 kabupaten dan kota di Jateng, 29 daerah memiliki perkebunan kopi. Hampir semua wilayah di Jateng berpotensi menjadi penghasil kopi. Tri mengatakan luas lahan kebun kopi di Jateng mencapai 45.779 hektare. Dengan lahan kopi arabika seluas 7.655 hektare dan kopi robusta seluas 38.123 hektare.

Dengan luas tersebut, tentu saja produksi biji kopi robusta mendominasi sebanyak 70 persen dari hasil keseluruhan. Atau setara dengan 23.279 ton per tahun. Sedangkan hasil produksi kopi arabika hanya 2.719 ton saja.

Kopi asal Temanggung menyumbang 10.611 ton, hampir setengah dari total produksi kopi Jateng sebesar 24.188 ton. “Memang paling banyak hasilnya Temanggung, soalnya di sana kebun kopi di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing luas dan subur,” papar Tri.

Biji kopi arabika umumnya tumbuh di dataran tinggi. Sehingga produksi dilakukan di Banjarnegara, Temanggung, Wonosobo, dan Magelang. Jumlahnya yang sedikit menyesuaikan kebutuhan pasar. Kebanyakan penikmat kopi memilih robusta karena arabika cenderung berasa asam.

Jateng memiliki tiga jenis produk olahan kopi. Yakin biji kopi atau green bean, kopi bubuk, dan kopi celup. Namun biji kopi mendominasi dibanding produk lainnya. Karena dengan green bean masih dapat diolah sesuai keinginan pembuat kopi.

Produksi biji kopi di Jateng dibagi menjadi dua jenis, premium dan asalan. Premium cenderung mahal. Produksinya terbatas karena pasarnya sedikit. Sedangkan 85 persen kopi yang ditanam petani adalah asalan. “Petani lokal kita banyak yang udah kerja sama dengan hotel-hotel besar,” jelasnya.

Dengan memperoleh produk sebagai tangan pertama, pihak konsumen bisa memastikan kualitas. Harga lebih ekonomis dan produknya lebih fresh.

Tri melihat kopi saat ini menjadi bagian gaya hidup para milenial. Menjamurnya coffee shop menciptakan ekosistem pemasaran baru yang melibatkan banyak pihak. Hal ini merupakan peluang emas bila dapat dimanfaatkan dengan tepat. “Petani jadi semangat meningkatkan kualitas produksi. Lapangan kerja juga semakin terbuka, termasuk menjadi barista,” tuturnya.

Akhirnya potensi produk kopi lokal terangkat dan para petani bersemangat. Ini juga dapat mengubah persepsi masyarakat umum bila kopi di coffee shop dapat dinikmati dengan harga terjangkau dan kualitas premium.

Kopi asal Kabupaten Batang telah berhasil menembus pasar Eropa. Wasturi, petani kopi di Desa Bawang, Kecamatan Blado rutin mengirimkan kopinya ke Belanda. Kopi lokal di sana disebut kopi Curug Genting. Setiap tahun, petani di Bawang diminta menyediakan 1 ton biji kopi untuk diekspor.

Namun pada tahun pertama hanya diberi target 600 kilogram, dan hanya sanggup memenuhi 350 kilogram. “Tanaman kopi di sini sisa (masa colonial) Belanda, kebetulan kemarin produksi kopi kami lolos sertifikasi dari Belanda. Sehingga bisa ekspor ke sana,” tandasnya.

Pasar ekspor juga dilirik pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bidang kopi di Kendal. Negara-negara Timur Tengah jadi sasaran.

Owner Indoarab Istikhanah menjelaskan, negara yang bisa jadi pasar kopi Kendal antara lain Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Oman, Qatar, Yaman, Bahrain dan negara-negara yang berbatasan dengan Eropa.

Tapi, sebelum melangkah jauh, pelaku UMKM Kendal harus kompak. Caranya dengan menggunakan satu merek untuk ditawarkan kepada buyer di luar negeri.

“Ini cara untuk memenuhi kuantitas pesanan dan seluruh pelaku UMKM Kopi di Kendal bisa hidup dan saling support. Karena buyer butuh konsistensi barang. Jika tidak bisa konsisten maka mereka tidak akan percaya dan menghentikan pembeliannya,” paparnya.

Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM Kendal Kun Cahyadi mengatakan pihaknya konsisten untuk mulai menduniakan Kopi Kendal. “Sebab Kendal merupakan daerah produsen kopi. Malah ada kopi langka, jenis excelsa dan liberika yang memang jarang ditemukan tapi di Kendal ada,” paparnya. (taf/yan/bud/ton)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya