RADARSEMARANG.COM – Antoni Yudha Timor, SH awalnya tidak bercita-cita menjadi seorang advokat. Selepas SMA, ia tak langsung lanjut kuliah. Alasannya mulia: tidak mau membebani orang tuanya. Antoni Yudha justru tertarik berwirausaha. Hanya saja, dalam perjalanan bisnisnya, usaha yang dirintis Antoni Yudha mengalami masalah. Singkat cerita, pada 2007 silam, bisnisnya ambruk. Ia pun tidak mampu membayar cicilan kredit belasan motor dan mobil. Akibatnya, Antoni Yudha harus berhadapan dengan debt collector (DC).
“Dari pengalaman itulah, saya istilahnya bondo nekat belajar di sebuah LSM yang fokus memberikan perlindungan konsumen di Malang,” kata pemilik firma hukum Law Offices Antoni Yudha Timor, SH & Partners, ini.
Setelah mendapatkan ilmunya, Antoni Yudha lantas mengaplikasikan. Ia memberikan pendampingan pada orang yang terbelit kredit macet, kendati saat itu bukan seorang lawyer. Malah, Antoni Yudha kerap didaulat menjadi konsultan maupun pembicara terkait korban kredit macet. “Nah, pada 2010, mulai banyak orang datang, minta pendampingan.”
Karena itu, ia memutuskan untuk berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang. Selepas diwisuda, Antoni Yudha kerap mengisi seminar tentang perlindungan konsumen menghadapi kredit bermasalah hingga mendirikan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Jawa Tengah. “Saya lantas daftar ujian profesi advokat di KAI Jateng dan dinyatakan lulus.”
Menjadi advokat yang konsen pada kasus Fidusia, Antoni Yudha sempat menangani kasus kredit macet senilai Rp 5 miliar. Kliennya, seorang pemilik toko roti di Semarang. Lawannya, sebuah bank Syariah. Menurut Antoni Yudha, penarikan aset seperti motor, mobil, alat berat atau barang bergerak lainnya oleh DC, bisa dibilang liar. Sebab, di dalam Undang-Undang sudah diatur sesuai UU Nomor 42 Tahun 1999.
“Kalau misalnya ditarik di jalan, maka bisa disebut liar. Padahal, orang yang mengalami penurunan pembayaran atau macet, sudah dijamin dalam UU itu,” kata suami dari Ariyanti Purwani, ini. Bersama Ariyanti, Antoni dikaruniai dua buah hati: Desvira Lubrica Fiestri (20) dan Nayla Vega Azalia (10).
Antoni Yudha bercerita, ia pernah memenangkan kasus Fidusia yang pada akhirnya membuat geger kepolisian. Karena gegara kasus yang ditanganinya, sampai-sampai sejumlah personel polisi yang berdinas di salah satu Polsek, dimutasi. Penyebabnya, sejumlah oknum polisi diduga bersekongkol dengan pihak DC.
Menurut Antoni, sosialisasi agar masyarakat melek hukum harus dilakukan secara masif. Utamanya, perkara Fidusia. Apalagi dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru, ada syarat yang cukup berat, yang harus dipenuhi perbankan atau leasing. Yakni, saat perbankan atau leasing menghadapi klien yang tersandung kredit macet.
Pria yang berprinsip hidup adalah ibadah itu menyampaikan pesan bahwa manusia bisa bermanfaat bagi orang lain dengan terus berbagi. “Nilainya adalah pada rasa. Jadi, berbagi atau berguna, tidak perlu dilakukan pada saat kita sudah merasa cukup,” ucap pria yang menjadi konsultan di beberapa perusahaan serta memiliki usaha di bidang perumahan ini. Ia mengaku, menjadi advokat adalah panggilan hati, bukan paksaan.
“Jadi harus menjiwai dan berdasar pada UU Advokat yang salah satunya ada kode etik membela siapa saja. Termasuk, orang-orang yang tidak punya uang juga harus dibela,” pungkasnya. (den/isk)