26 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Bekerja dengan Hati untuk Pencari Keadilan

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Bekerja dengan hati menjadi pedoman penting dalam menangani setiap perkara. Begitulah Iput Prasetya Wibowo, mengemban tanggung jawab sebagai advokat.

Di era digital ini, segala aktivitas dimudahkan dengan adanya pelayanan internet. Bahkan, muncul wacana penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi, dan advokat, digantikan dengan robot.

Menanggapi hal ini, Iput Prasetya menilai, kebijakan tersebut tidak akan mudah. Sebab, setiap perkara, tidak hanya dilihat dari pasal per pasal. Melainkan, harus ada unsur rasa kemanusiaan. Ia mencontohkan, ada perkara pencurian. Jika hakimnya robot, maka pelaku pencurian senilai Rp 10 ribu dengan Rp 1 miliar, akan dihukum sama.  “Tidak bisa begitu. Di era digital ini, dibutuhkan pengacara yang bekerja dengan hati,” tegasnya.

Di sisi lain, dalam penyelesaian masalah, meski klien memiliki perkara sama, namun cara penanganannya berbeda. Tidak bisa hanya mengandalkan teori. Menurut Iput Prasetya—sapaan intimnya—klien tidak butuh teori. Mereka butuh solusi. Tugas advokat atau pengacara, harus menangani perkara hingga selesai. Karena itu, Iput berkomitmen dan berpedoman bekerja dengan hati untuk para pencari keadilan.

Sebelum beracara, alumni Fakultas Hukum Unika Soegijapranata ini magang di kantor hukum Law and Justice Semarang selama dua tahun. Ia lantas  buka kantor hukum bersama rekan-rekannya: Lex Patria. Kini, Iput Prasetya memiliki kantor hukum sendiri: Law Firm IPW & Partners.

Dari berbagai perkara yang ia tangani, Iput Prasetya mengaku trenyuh dengan kasus kliennya, Jevry Christian. Kasus  ini masih bergulir di PN Semarang. Meski tanpa biaya jasa, Iput bersikeras memperjuangkan hak Jevry dan istrinya, Ningrum Santi, sebagai korban dugaan malapraktik sebuah rumah sakit swasta saat proses persalinan. “Melihat kondisinya yang kurang mampu, kehilangan anak, tidak mendapat perawatan medis pasca koma, bagaimana mungkin saya tidak tersentuh?” ujarnya.

Hal ini sejalan dengan hati nurani serta sifat berani yang ia miliki. Kuncinya, ia takut pada diri sendiri, namun tidak takut untuk membela orang lain. “Ketika ada yang bilang ‘Mas saya tolong dibela saya didzolimi, (saya) nggak ada mundurnya sejengkal pun,” tegasnya.

Pun, saat ia menangani perkara pertama. Ketika itu, ia membela seorang pemilik gudang yang dijadikan tempat menyimpan 195 kg narkoba. Iput yakin, kliennya tak tahu apa-apa. Namun justru turut terjerat pasal tentang pemufakatan jahat. “Dianggap mengetahui, tapi tidak melapor.”

Kliennya seorang pengusaha mebel di Jepara, bekerja sama dengan WNA, orang Pakistan. Si WNA  ini menitipkan genset pompa mesin air kepada klien Iput Prasetya yang ternyata berisi 195 kilogram narkoba. Selama persidangan, ia tidak melawan. Melainkan, hanya membuktikan kliennya tidak terlibat, serta minta kebijaksanaan hakim.

Meski kliennya dihukum 15 tahun penjara, Iput Prasetya mengaku bangga. Sebab,  kliennya divonis hukuman paling rendah, dibanding tersangka lain yang mencapai 25 tahun. Bahkan, ada yang divonis seumur hidup.

Di sela kesibukannya menyelesaikan perkara, Iput Prasetya selalu memprioritaskan keluarga. Saat weekend, ia pastikan bersama keluarga. Entah di rumah ataupun berwisata outdoor. “Saya nggak nyentuh HP kalau tidak ada yang penting.”

Sesekali, Iput Prasetya  juga mengurus hobinya: naik gunung. Ia mengaku sudah menjelajahi banyak gunung. Seperti Gunung Ungaran, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Slamet, Merapi,  Semeru, Lawu, dan Rinjani. Menjadi pembina dari Mahasiswa Fakultas Hukum dan Komunikasi Pecinta Alam (Mahupa) Unika Soegijapranata, membuat Iput Prasetya merasa lebih dekat dengan Tuhan. Saat  berada di puncak gunung, ia merasa kecil dan sangat menikmati ketenangan. Meski capek, tapi terbayarkan. “Seperti hidup, berjuang dulu baru menikmati kepuasan.” Sebagaimana menjadi pengacara, ia tanamkan pendidikan kejujuran pada anak semata wayangnya. (ifa/isk)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya