RADARSEMARANG.COM, Semarang – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jateng bekerja sama dengan Asosiasi Pedagang Mie Bakso (APMISO) Jateng mengadakan sosialisasi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk pedagang mi dan bakso di Pasar Barito Baru, Semarang, Kamis (10/5/2021) kemarin.
Kegiatan sosialisasi ini dibuka oleh Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu tersebut diikuti oleh 100 pedagang mi dan bakso Semarang. Walaupun begitu, protokol kesehatan ketat tetap dijalankan dalam acara yang turut dihadiri oleh Kepala Dinas Perdagangan, Fravarta Sadman; Deputi Bisnis PT Pegadaian Area Semarang, Firsta Wuri Agung; Camat Pedurungan, Kukuh Sudarmanto; dan Camat Genuk, Ali Muhtar.
Mbak Ita –sapaan akrab Wakil Wali Kota Semarang- mengapresiasi upaya digitalisasi bagi pedagang mi dan bakso. Bahkan, pihaknya siap memfasilitasi para pedagang mi dan bakso untuk mendapatkan tempat yang layak di Pasar Bulu dan mendapatkan bantuan mesin giling bakso yang lebih higienis dan modern. “Ini sebagai bentuk dukungan Pemkot Semarang untuk menggerakkan perekonomian masyarakat agar tetap bergerak meski di tengah pandemi Covid-19,” jelasnya.
Sedangkan Kepala Tim Implementasi Kebijakan SP dan Pengawasan SP-PUR Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jateng, Dwiyanto C Sumirat menyampaikan, pembayaran non tunai sangat dibutuhkan di saat pandemi Covid-19. Bahkan, setelah pandemi berakhir sekalipun, pola kehidupan masyarakat akan bergeser menuju digitalisasi di segala aspek.
Salah satunya dengan QRIS. Yakni, standarisasi kanal pembayaran menggunakan metode QR Code dari Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code menjadi lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Dengan QRIS, masyarakat dapat bertransaksi dengan melakukan scanning QR Code menggunakan dompet elektronik atau mobile banking yang dimiliki oleh masing-masing orang. “Transaksi non tunai dengan QRIS ini bersifat contactless (tanpa kontak fisik) yang Cemumuah (Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Handal),” tandasnya.
Oleh sebab itu, UMKM tidak boleh tertinggal mengejar digitalisasi untuk menggeliatkan perekonomian daerah kembali. Saat ini, sudah ada 600 ribu UMKM di Jateng telah menggunakan QRIS. Sedangkan di Semarang sudah 200 ribu UMKM. “Kami mengapresiasi keinginan APMISO dalam mengimplementasikan alternatif pembayaran non tunai yang minim risiko penyebaran virus seperti QRIS ini,” kata Dwiyanto.
Penggunaan QRIS, imbuhnya, akan menjamin pedagang maupun pembeli tetap bisa jaga jarak atau social distancing, produknya tetap higienis, dan meminimalisasi penularan Covid-19. “Ini tetap bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. UMKM tetap bisa bertransaksi dengan aman, meski ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB),” jelasnya.
Plt Ketua APMISO Indonesia, Lasiman menyatakan, dukungan atas inovasi kanal pembayaran berupa QRIS tersebut. Dengan adanya QRIS, pedagang bakso di Jateng yang jumlah 20 ribu lebih, bisa turut memanfaatkan digitalisasi dan terhindar dari risiko penyebaran virus korona. QRIS juga dianggap merupakan kanal pembayaran non tunai yang tepat bagi UMKM. QRIS bahkan dapat digunakan oleh pedagang mi bakso keliling, karena tidak memerlukan sambungan listrik. “Pedagang cukup menempelkan QRIS-nya di gerobak, bisa langsung dipindai oleh pelanggan,” katanya.
Perwakilan anggota APMISO yang hadir di acara tersebut juga menyambut antusias inovasi QRIS yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Terbukti setelah dilaksanakannya sosialisasi, seluruh peserta yang hadir langsung mendaftarkan usaha masing-masing ke Link Aja selaku penerbit QRIS yang juga bekerja sama dengan APMISO.
“Tidak lama lagi, seluruh pedagang mi dan bakso di Semarang akan memiliki QRIS, sehingga warga Semarang tidak perlu repot membawa uang tunai jika ingin menikmati mi dan bakso,” kata Head of Ecosystem Expansion Group, PT Fintek Karya Nusantara, Verdy Hendra Permadi.
Sementara itu, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2019 mendorong pergeseran interaksi antarmanusia, antara lain mengurangi intensitas pertemuan fisik, tatap muka, termasuk juga meminimalkan kontak fisik dalam bertransaksi. Jika sebelumnya bertransaksi secara tunai dapat dilakukan dengan risiko minimal, saat ini transaksi tunai mengandung risiko yang lebih tinggi lagi. Covid-19 yang sangat ganas dapat menjadikan uang kertas maupun koin sebagai media penyebarannya. “Oleh sebab itu, penggunaan transaksi non tunai menjadi salah satu perhatian Bank Indonesia,” pungkas Dwiyanto. (bis/ida)