RADARSEMARANG.COM, Semarang – Pernikahan usia dini meningkat selama pandemi Covid-19. Hal ini karena berkurangnya kualitas pengasuhan orang tua. Paparan hal negatif semacam pergaulan bebas, pornografi, kecanduan game, dan internet.
“Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang sebagai leading sektor dalam perlindungan anak berupaya menekan meningkatnya angka pernikahan usia dini. Salah satunya dengan menyelenggarakan “Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Usia Dini” yang melibatkan berbagai stakeholder,” kata Kepala DP3A Kota Semarang, M Khadik dalam acara Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Usia Dini yang dilaksanakan DP3A Kota Semarang di Gedung Juang di Jalan Pemuda 163 Kota Semarang, beberapa waktu lalu.
Acara tersebut dihadiri pembicara yang terdiri atas Komisi D DPRD Kota Semarang, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Semarang (USM) Dr Rini Sugiarti S.Psi M.Si, dan PKBI Provinsi Jateng. Sedangkan peserta yang diundang terdiri atas berbagai unsur Pokja I PKK kecamatan se-Kota Semarang, Pokja I PKK Kota Semarang, dan JPPA.
“Pandemi Covid-19 telah banyak menimbulkan berbagai dampak bagi sebagian besar masyarakat. Tuntutan perubahan gaya hidup yang mau tidak mau harus diikuti agar terhindar dari virus korona. Tidak dapat dipungkiri telah banyak memberikan tekanan baik secara fisik maupun psikis bagi sebagian besar orang, termasuk anak-anak,” kata Kepala DP3A Kota Semarang, M Khadik.
Salah satu dampak yang tak kalah mengundang keprihatinan adalah meningkatnya pernikahan usia dini. Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan para pakar, fakta angka pernikahan dini mengalami kenaikan di masa pandemi Covid-19. Ini ditengarai terjadi karena akibat permasalahan ekonomi. “Ini karena perubahan pola hidup masyarakat harus bekerja dari rumah, anak-anak bersekolah dari rumah, dan tidak dapat bepergian dan beraktivitas secara bebas sebagaimana biasa dilakukan sebelum masa pandemi,” katanya.
Situasi perekonomian yang semakin sulit membuat banyak orang tua harus mencurahkan lebih banyak waktu dan tenaga untuk mencari nafkah. Konsekuensi itu adalah menurunnya kualitas dan kuantitas kepengasuhan anak. Dalam kesehariannya, anak-anak tinggal di rumah tanpa pengawasan yang memadai. Di dalam rumah tangga yang tidak memiliki pola pengasuhan yang baik, anak-anak menjadi rentan terhadap paparan hal-hal negatif semacam pergaulan bebas dan pornografi ditengarai memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam meningkatnya angka pernikahan usia dini.
“Pernikahan usia dini sebagian besar menimbulkan persoalan baru yang lebih pelik apabila tidak ada tindakan/upaya pencegahan. Secara mental dan material belum matang, akan sangat rawan terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga,” tandasnya.
Penyebab lain pernikahan usia dini adalah adanya celah aturan dan budaya yang memungkinkan diperbolehkannya pernikahan usia dini. Perbedaan batasan usia anak dan kelonggaran melakukan pernikahan di bawah tangan tidak dapat dipungkiri turut menjadi faktor pendorong naiknya angka pernikahan usia dini. (ida/bis)