RADARSEMARANG.COM – Aroma hioswa tajam menusuk hidung ketika koran ini melintas di kawasan Jalan Wotgandul Timur, Pecinan Semarang. Tepatnya di depan Gang Baru. Bau tersebut berasal dari kelenteng pertama di Kota Semarang yang masih berdiri kokoh.
Kelenteng Siu Hok Bio sudah berdiri lebih dari 2,5 abad. Liem Thian Joe dalam buku Riwajat Semarang (1933) mencatat kelenteng ini berdiri pada 1753. Bangunan ini tampak terawat dan berdiri kokoh meski samping kanan dan kiri kelenteng diapit bangunan ruko yang lebih modern.
Lilin besar berwarna merah ditempatkan di samping tungku yang menyambut pengunjung yang ingin masuk ke kelenteng. Sayangnya pandemi Covid-19 membuat kelenteng ini kini sepi umat yang berdoa, tidak seperti tahun lalu. “Agak sepi orang sembahyang tapi masih ada satu dua orang, ya karena pandemi Covid-19 ini,” kata seorang pria paro baya yang menyambut RADARSEMARANG.COM di depan kelenteng.
Dengan ramah pria bernama Hengky ini mempersilakan masuk sembari menyuguhkan segelas teh hangat. Maklum saja, siang itu turun hujan yang cukup deras. Ada dua umat saat itu yang melakukan sembahyang, sambil membakar hioswa dan berdoa di depan altar dengan rupang Dewa Bumi.”Beliau salah satu umat di sini, setiap jelang Imlek pasti ke sini. Dulu biasanya ramai, namun karena pandemi ini banyak yang memilih berdoa di rumah,” jelas Hengky.
Pemerintah Kota Semarang telah menetapkan kelenteng ini sebagai bangunan cagar budaya. Bisa dilihat dari prastati yang menempel di sudut kelenteng yang menyebutkan penetapan berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Semarang No 646/50/1992.
Ornamen khas Tionghoa seperti kaligrafi Tiongkok, lampion serta cincin pegangan pintu masih asli dipertahankan kelenteng yang memiliki luas sekitar 9X25 meter ini. Rupang Dewa Bumi ditempatkan di tengah-tengah altar diapit dua rupang lainnya. Bangunan berwarna merah ini, pada atapnya juga memiliki ornamen naga ikan yang konon masih asli. (den/ton)
