RADARSEMARANG.COM, Batang – Ratusan buruh geruduk kantor DPRD Kabupaten Batang, Kamis (8/10/2020) siang. Sekitar 15 orang perwakilan dari mereka diterima pimpinan DPRD untuk melakukan audiensi. Ada tiga tuntutan pokok yang akan diteruskan DPRD Kabupaten Batang ke DPR RI.
DPRD diberi waktu satu minggu untuk mengirimkan surat tuntutan tersebut. Jika tidak, para buruh akan kembali diturunkan dengan jumlah massa yang lebih banyak. Setidaknya, ada sekitar 500 orang yang turun dalam aksi penolakan pengesahan UU Cipta Kerja. Para buruh tersebut berasal dari enam perusahaan perusahaan.
Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok Tembakau Makanan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Batang Sucipto Adi menegaskan pihaknya menginginkan undang-undang nomor 13 tahun 2003 lepas dari Omnibus Law. “Kami pekerja di Kabupaten Batang menolak adanya pengesahan undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan karena sangat merugikan. Bukan maksud kami menolak Omnibus Law-nya, tetapi karena undang-undang nomor 13 itu dimasukkan, dan sangat merugikan buruh,” ucapnya usai audiensi dengan DPRD Kabupaten Batang.
Demo berjalan tertib. Sebanyak 185 personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan aksi. Massa terlihat mematuhi protokol kesehatan dengan mengenakan masker saat aksi. Para buruh tersebut sebelumnya juga melakukan aksi yang sama di halaman Kantor Bupati Batang. Perwakilan buruh diterima untuk melakukan audiensi dengan Bupati Batang Wihaji, Wakil Bupati Batang Suyono dan Kapolres Batang AKBP Edwin Louis Sengka di aula Kantor Bupati.”Kami menyoroti tiga hal utama yaitu pesangon, kenaikan upah dan kontrak kerja,” beber Sucipto.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Batang Maulana Yusup berjanji segera mengirimkan tuntutan buruh ke DPR RI. “Berdasarkan hasil pertemuan, kami akan menyampaikan aspirasi para buruh melalui surat ke DPR RI. Dasar aspirasi itu dari surat dari teman-teman buruh di Kabupaten Batang,” ucapnya.
Ia juga menjelaskan, DPRD terus memonitor kebijakan dari pusat. Terutama UU Cipta Kerja yang saat ini menjadi polemik di masyarakat. Terangnya, jika RUU sudah sah dan ditandatangani oleh presiden, masih ada langkah-langkah untuk menggugat keputusan RUU tersebut. Bisa melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK), atau bisa juga presiden mengeluarkan Perpu.
“Sebenarnya Omnibus Law itu adalah salah satu kebijakan pemerintah yang menurut saya memiliki semangat untuk menciptakan lapangan kerja baru yang seluas-luasnya dengan mendatangkan investor,” jelasnya.
Dijelaskan pula bahwa terkait dengan kesejahteraan buruh tidak berkurang. Ada perbedaan penafsiran terkait undang-undang tersebut. Karenanya, Yusup sangat berharap pemerintah pusat dapat mengadakan forum terbuka untuk mendiskusikan masalah tersebut dengan pihak yang bersangkutan. Memberikan penerangan atas undang-undang yang telah disahkan, seperti rekan-rekan buruh. “Sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman. RUU ini sudah disahkan di sidang paripurna, tinggal menunggu tanda tangan dari presiden. Mungkin nanti ada pertimbangan dari presiden terkait pasal pasal yang mnejadi perdebatan,” timpalnya. (yan/wan/ton/bas)