RADARSEMARANG.COM, Semarang – Tudingan masyarakat atas rumah sakit sengaja meng-covid-kan pasien yang meninggal sebelum swab test keluar, ditepis oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang M Abdul Hakam.
Pihak rumah sakit sejauh ini menerapkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) yang menegaskan bahwa pasien dengan suspect atau probable, harus dilakukan protokol kesehatan. Itu sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19 agar tidak semakin meluas.
“Kalau probable, memang hasilnya belum keluar. Bahkan, suspect pun sama. Kalau meninggal, maka pemakamannya harus memakai protokol kesehatan yang ada, karena aturannya sesuai dengan PMK memang begitu,” tegasnya.
Makanya, Hakam menyayangkan jika ada orang yang meminta surat kematian Covid-19 dan berharap mendapatkan tunjangan dari pemerintah sebesar Rp 15 juta. “Malah sekarang ini, karena ada tunjangan Rp 15 juta dari Dinas Sosial Pemprov Jateng, orang ramai-ramai minta surat keterangan kematian Covid-19,” keluhnya.
Menurutnya, masyarakat harusnya bijak menghadapi situasi yang berat di tengah pandemi Covid-19 ini. Salah satunya, tidak memojokkan dan menuding tenaga kesehatan ataupun pihak RS melakukan bisnis. “Ayolah lebih bijak, kasihan teman-teman tenaga medis yang selalu dipojokkan. Selalu dikira berbisnis di tengah kesulitan. Mereka ini sudah luar biasa tugasnya, kasus Covid-19 sudah menurun drastis,” pungkasnya.
Demikian halnya dengan tudingan mengambil keuntungan dari tarif rapid test dan swab test. Saat ini, kata Hakam, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sepakat menetapkan harga tertinggi swab test yakni Rp 900 ribu. Tarif tersebut diturunkan dari sebelumnya yang beragam mulai Rp 2 juta hingga Rp 5 juta.
“BPKP telah melakukan penelusuran. Kemudian ditindaklanjuti oleh Kemenkes dengan mematok harga tertinggi Rp 900 ribu, agar bisa lebih terjangkau masyarakat,” tegasnya.
Besaran tarif ini, lanjut Hakam, dikenakan kepada masyarakat yang ingin melakukan swab test secara mandiri. Salah satunya untuk kepentingan pekerjaan atau berpergian keluar daerah. Sementara untuk masyarakat umum yang masuk dalam kategori kontak erat atau kelompok rentan, tetap akan difasilitasi oleh pemerintah kabupaten/kota.
Selain itu perawatan pasien Covid-19, disarankan masuk ke RS lini satu yang dikelola oleh Kemenkes. Bisa juga masuk ke lini dua yang dikelola oleh Pemprov Jateng dan lini tiga dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.
Di luar rumah sakit rujukan ini, lanjut Hakam, pasien akan dikenai biaya karena dirawat di RS yang bukan rujukan. “Aturan yang kami pegang adalah PMK yang terakhir. Prinsipnya setelah diverifikasi dari BPJS tidak ada masalah,” bebernya. (den/ida/bas)