RADARSEMARANG.COM, Semarang – Bimbingan Konseling (BK) di sekolah merupakan ujung tombak layanan akademik dan nonakademik bagi para siswa. Sebab, usia remaja, tentu para siswa memiliki banyak masalah terkait diri sendiri, keluarga, masyarakat dan sekolah.
“Pada zaman milenial sekarang ini, masalah yang dihadapi para siswa semakin rumit dan beragam. Untuk itu, para guru konselor BK di sekolah perlu memiliki kompetensi bimbingan konseling multicultural dan keadilan sosial (multicultural and social justice counseling) dalam layanan konseling di sekolah,” kata Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof Dr Mungin Edy Wibowo M PdKons saat menjadi narasumber pelatihan kompetensi multikultural dan keadilan sosial bagi para guru, belum lama ini.
Pelatihan yang diikuti 50 peserta dari berbagai kalangan seperti guru, praktisi hingga dosen dari berbagai lembaga ini digelar secara daring. Pelatihan dipandu Thrisia Febrianti, mahasiswi Program Studi Bimbingan Konseling, Program Doktoral Pascasarjana Unnes, yang juga dosen Universitas Asyafiiyah Jakarta.
Menurut Prof Mungin, pendekatan konvensional layanan konseling selama ini perlu ditingkatkan dengan tambahan kompetensi lain, yakni kompetensi multicultural dan keadilan sosial. Ia menjelaskan konseling multicultural dan keadilan sosial dapat diterapkan dengan pendekatan konseling kelompok dan konseling individual di sekolah.
Dikatakan, kompetensi multicultural dan keadilan sosial perlu diterapkan dalam layanan konseling sekolah agar layanan konseling berjalan efektif. “Agar konseling tidak menjadi sumber masalah baru bagi siswa. Terlebih saat ini para siswa memiliki pergaulan yang luas di dunia maya, lintas suku, lintas bangsa, lintas budaya, lintas politik, lintas ekonomi, dan lintas-lintas yang lain, sehingga kemungkinan munculnya persoalan pun semakin beragam,” ujar pria yang juga Ketua Program Studi Bimbingan Konseling, Program Doktoral Pascasarjana Unnes ini.
Narasumber pendamping, Urotul Aliyah dari Universitas Borneo Tarakan, menyatakan, layanan konseling di sekolah perlu mempertimbangkan dan memperhatikan latar belakang siswa dan guru, seperti agama, suku, afiliasi politik, tingkat ekonomi, adat istiadat, budaya, dan sebagainya.
“Konseling harus aktif mendampingi siswa agar mampu melewati tugas perkembangannya secara baik dan tidak terjebak masalah baru sebagai pelarian, seperti pergaulan bebas, narkoba bahkan kejahatan jalanan,” ujar Urotul Aliyah, mahasiswi Program Doktoral Bimbingan Konseling Pascasarjana Unnes. (bis/aro/bas)