RADARSEMARANG.COM – Kemerdekaan adalah hak semua bangsa. Kemerdekaan adalah pintu utama untuk menggapai setiap apa yang kita inginkan. Kemerdekaan merupakan salah satu nikmat agung dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, wajib bagi kita semua untuk mensyukurinya. Jika kita semua sanggup bersyukur, maka nikmat pasti bertambah. Dalam hal ini, Negara kita Indonesia tercinta akan semakin maju, makmur, kuat, hebat dan berkah. Namun, jika yang bersyukur sedikit, dikhawatirkan cita–cita mulia kita akan lambat untuk dicapai. Oleh sebab itu marilah kita bersyukur dan marilah kita mengajak semua orang untuk bersyukur dan marilah kita terus selalu bersyukur, meskipun berada di dalam kondisi yang tidak diinginkan.
Perlu diketahui bahwa nikmat Allah SWT masih jauh lebih berlimpah daripada cobaan yang sedang kita alami. Di antara kita hendaknya jangan ada orang atau sekelompok kecil yang sering menyebarkan informasi yang kurang pas (bersifat adu domba), sehingga membuat hati orang–orang awam seperti saya yang masih sangat sedikit pengetahuannya menjadi deg–degan dan hingga hampir kehilangan harapan.
Mempunyai rasa khawatir memang boleh. Hendaknya disertai dengan rasa berharap (رجاء), karena perasaan khawatir akan memunculkan sikap kehati–hatian dan tidak sembrono dalam melakukan suatu perbuatan, dan roja atau berharap akan membuat semangat dalam bekerja dan berjuang serta jauh dari putus asa. Untuk itu, marilah kita kembali kepada ajaran Alquran dan Assunah dan marilah ingat sejarah dan marilah hayati Firman Allah SWT QS Ibrahim ayat 7:“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Kaifiyah atau Cara Bersyukur
Seseorang bisa dikatakan ahli syukur kepada Allah, manakala orang tersebut bisa memenuhi tiga syarat yaitu, lisan/mulutnya membaca khamdalah, hatinya i`tiqod bahwa nikmat itu semata–mata pemberian dari Allah SWT dan mempergunakan nikmat tersebut ke jalan yang diridhai-Nya. Sebagian di antara cara untuk mensyukuri nikmat Allah yang berupa kemerdekaan ialah mencintai tanah air, selalu berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk umat, agama, nusa dan bangsa serta ikut membela dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang telah terbukti ampuh dan sakti untuk menyatukan seluruh elemen bangsa. Oleh karenanya hendaknya jangan ada penambahan maupun pengurangan di dalamnya, pertahankan sesuai naskah yang telah disepakati dan ditandatangani oleh para tokoh panitia sembilan yang merupakan gabungan dua golongan besar yaitu Nasionalis dan Agamis (Islam). Lima orang mewakili Nasionalis dan empat orang mewakili Islam. Para tokoh panitia sembilan tersebut ialah, 1) Ir Soekarno (ketua):Nasionalis. 2) Drs Mohammad Hatta (wakil ketua):Nasionalis. 3) KH Wachid Hasyim (anggota):agama (Nahdhatul Ulama). 4) Prof Abdul Kahar Mudzakir (anggota):agama (Muhammadiyah). 5) Prof Mohammad Yamin SH (anggota):Nasionalis. 6) Raden Ahmad Soebardjo (anggota):Nasionalis. 7) H Agus Salim (anggota):agama (Sarekat Islam). 8) Abi Koesno Tjokrosoejoso (anggota):agama (Masyumi). 9) Mr Alexander Andries Maramis (lebih di kenal AA Maramis) (anggota):Nasionalis.
Demi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara dan demi terciptanya stabilitas keamanan, ketenangan dan kedamaian serta demi menggapai cita–cita bersama yaitu masyarakat adil makmur sejahtera maka. Menurut saya seluruh umat Islam Indonesia wajib hukumnya untuk menegakkan dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar NKRI. Dalam qoidah fiqih dijelaskan:
لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ
“Bagi perantara berlaku hukum tujuan“
مَالَايَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلَّابِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Sesuatu yang tidak sempurna kecuali dengannya maka hukumnya wajib”
Sejarah Kalender Islam
Diriwayatkan dari Abu Nuaim dan Al Khakim bahwa Abu Musa Al-Asy`ari salah seorang gubernur di masa kholifah Umar bin Khatab (gubernur Basroh) pernah mengkritik kholifah dengan mengatakan:”Telah datang kepadaku beberapa surat dari khalifah, namun surat–surat itu tidak ada tanggalnya sehingga aku kesulitan mencari mana yang lama dan mana yang baru”. Kemudian Umar mengundang dan mengumpulkan para pemuka sahabat untuk bermusyawarah. Di antara mereka ada yang mengusulkan dimulai bulan Rabi`ul Awal (Maulud) dengan alasan lahirnya Rasulullah SAW. Ada lagi di antara mereka yang usul dimulai bulan Ramadan dan masih banyak yang lain. Akhirnya Umar bin Khatab mengusulkan bulan Muharram dengan alasan pada bulan tersebut orang–orang yang beribadah haji baru pulang dari ibadah hajinya. Dan akhirnya semua anggota musyawirin sepakat dengan usulan tersebut.
Satu tahun hijriyah sama dengan 354 hari, 8 jam, 48 menit, 5 detik yang terbagi 12 bulan. Penyusunan tahun hijriyah dimulai sekitar 7 Hijriyah dan menurut hisab tanggal 1 Muharram tahun itu yaitu Kamis, 15 Juli 622 Masehi. (Demikian menurut Muhammad Khoir bin H Moh Taib seorang falak dari Malaysia).
Pesan dan nasihat khususnya untuk para santri Askhabul Kahfi pada awal tahun baru 1442 hijriah.
Di awal tahun baru 1442 hijriah ini, saya mengingatkan tujuan para santri dari kampung halamannya masing–masing ke pondok pesantren. Sudah barang tentu tujuannya adalah tholabul `ilmi atau menuntut ilmu. Perlu diketahui anak–anak santri, bahwa kunci suksesnya segala sesuatu itu adalah perbuatan baik. Barang siapa beramal baik maka ia akan memperoleh balasan kebaikan yang telah dilakukannya. Sebaliknya barangsiapa yang berkelakuan jahat atau jelek, maka ia akan menerima balasan jelek seimbang dengan kejelekan yang ia lakukan. Allah berfirman dalam QS Al Isra` ayat 7: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri”.
Dalam kitab Ihya` `Ulumuddin dituturkan :
الْمُحْسِنُ سَيُجْزٰى بِاِحْسَانِهٖ وَالْمُسِىءُ سَيَكْفِيْهِ مَسَاوِيْهِ
“Orang yang berbuat baik maka ia akan dibalas dengan kebaikan, dan orang yang berbuat jahat maka kejahatannya akan kembali pada diri sendiri (akan mendapatkan balasan jelek yang setimpal)“, oleh karena itu jadilah kalian santri yang baik (be a good student).
Pertama, berbuat baik kepada الخالق Tuhan yang menciptakan seluruh alam yaitu Allah SWT yang Maha Esa. Maksudnya, kita senantiasa menyembah dan beribadah kepada-Nya dengan baik, benar, ikhlas dan tidak menyekutukan-Nya, terlebih jangan sekali–kali meninggalkan salat fardhu lima waktu sehari semalam, syukur disiplin berjama’ah, jangan membiasakan salat munfarid atau sendiri, terus selama hidup salat berjama`ah kecuali sedang ada udzur. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda :
(رواه بخارى صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً)
“Salat jama`ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat dari sholat sendirian.”
Menurut Kitab Bujairomi alal Khotib yang dimaksud kata درجة adalah salat. Al-Murod: satu kali salat berjama`ah pahalanya membandingi dua puluh tujuh kali salat tanpa berjama`ah (munfarid).
Kedua, berbuat baik kepada kedua orang tua, dimana kita tahu bahwa Allah SWT menciptakan kita lantaran keduanya. Oleh karena itu, wajib hukumnya anak berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tuanya. Firman Allah QS Al Isra` ayat 23 : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia “. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhamad SAW bersabda: بِرُّوْاآبَائَكُمْ تَبِرَّ اَبْنَا ئُكُمْ: “Berbaktilah kalian kepada orang tuamu, maka kelak anak – anakmu akan berbakti kepadamu“. (HR Thobroni)
Ketiga, berbuat baik kepada para guru, kita semua tahu bahwa tanpa guru kita tidak mungkin akan mendapat ilmu. Jasa guru sangatlah besar. Oleh karena itu santri, murid, maha siswa dituntut untuk senantiasa ta`dzim (memuliakan) kepada guru di manapun, kapanpun dan telah menjadi apapun (always glorify wherever, whenever and has become what ever), atau dengan ungkapan lain jangan pernah berhenti untuk ta`dzim kepada guru, karena ta`dzim kepada guru akan menjadi lantaran ilmu tetap manfaat dan barokah. Shohabat Ali RA berkata :
أَناَ عَبْدُ مَنْ عَلَّمَنِىْ حَرْفًا وَاحِدًا، إِنْ شَاءَ بَاعَ، وَإِنْ شَاءَ اِسْتَرَقَ
“Aku adalah hamba sahaya dari seseorang yang mengajariku satu huruf, jika ia mau maka ia boleh menjual, dan jika ia mau maka ia boleh menjadikan aku sebagai budaknya”.
Ungkapan Sahabat Ali ini merupakan isyarat bagi murid hendaknya senantiasa ta`dzim terhadap guru. Sebagaimana Imam Ahmad bin Hambal (salah satu imam madzhab yaitu madzhab Hambali) telah memberi contoh dengan mengatakan: “Jika dalam suatu permasalahan tidak aku temui haditsnya maka aku memutuskan hukum dengan perkataan Imam Syafii”. Maka sebagai balasannya Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Aku mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat puluh tahun. Aku berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.”
Keempat, berbuat baik kepada semuanya. Maksudnya kita hendaknya senantiasa berakhlak mulia kepada siapapun meskipun terhadap orang yang tidak seagama dengan kita (non muslim). Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan iringilah (ikutilah) perbuatan jelek dengan perbuatan baik, maka perbuatan baik akan menghapus perbuatan jelek (dosa kejelekan) dan berakhlaklah kepada orang lain (manusia) dengan akhlaq baik.” (HR Tirmidzi). Termasuk tanda akhlak mulia ialah selalu ramah, berwajah manis (وَجْهٌ مَلِيْحٌ), banyak senyum ( بَسَّامٌ ) kepada siapa saja baik ada kepentingan maupun tidak (dengan orang yang bertemu) termasuk terhadap anak–anak kecil. Sekian, semoga Allah SWT selalu memberi taufik, hidayah dan i`anah-Nya kepada kita semua. Amiin. (bis/ida/bas)