RADARSEMARANG.COM, Semarang – Produk ecoprint mengalami penurunan sampai 80 persen selama masa pandemi Covid-19. Hal ini karena perajin tidak bisa melakukan penjualan secara langsung atau tatap muka, semua full daring.
Pemilik Pratesthi Batik Craft Ecoprint, Pintya Dwanita, bersyukur selama new normal ini mulai ada kenaikan hingga 50 persen. Barang yang diminati jenis Ecoprint Ecopounding dan Botanical Ecoprint. “Ecoprint Ecopounding dan Botanical Ecoprint terbuat dari kain yang terbuat dari serat alami. Di antaranya, kain jenis katun, sutra, linen dan blacu,” jelasnya.
Kendati begitu, pihaknya tetap berupaya meningkatkan penjualan. Pihaknya melakukan strategi dengan hasil 10 persen penjualan disumbangkan ke korban banjir bandang di Sulawesi. “Jadi, selain menyumbang juga dapat membeli hasil karya warga sehingga dapat menambah pendapatan warga juga,” imbuhnya.
Penjualannya telah merambah hingga luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Jepang dan Philipina. Pihaknya aktif melakukan pameran untuk memperluas pasar. Sejauh ini, pameran sudah pernah digelar di Semarang, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, selain itu Kalimantan maupun Sumatera.
Kendati begitu, pihaknya kerap mengalami masalah ketersediaan bahan baku saat musim kemarau. Banyak tanaman kering kerontang hingga mati. Pihaknya pun mensiasati lebih banyak menanam tanaman yang sering digunakan untuk bahan dasar seperti daun kecipir, daun jati, dan daun telang. Hal ini untuk mendukung pelatihan pembuatan ecoprint yang dilakukan seminggu dua sampai tiga kali, membutuhkan penguncian warna selama selama sehari dan tiga hari. Proses ini menentukan warnanya itu tidak pudar. “Kalau warna tidak dikunci, gampang pudar. Apalagi jika sering dipakai dan sering dicuci, sangat mudah pudar jika tidak dikunci,” jelasnya. (hid/ida/bas)