RADARSEMARANG.COM, KENDAL—Minimnya pendampingan hukum kepada kaum miskin membuat DPRD Kendal akhirnya tergugah untuk membentuk peraturan daerah (perda). Khususnya dalam hal pemberian bantuan perlindungan hukum bagi masyarakat miskin.
Saat ini Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bantuan Perlindungan Hukum bagi Warga Miskin di Kendal tengah dibahas. Selasa (3/12) kemarin dilakukan uji publik dan rapat dengar pendapat. Hal ini untuk mengetahui, sejauh mana kebutuhan perlindungan bantuan hukum tersebut sebelum nantinya disahkan sebagai Perda.
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapem Perda) Rubiyanto mengatakan, usulan Raperda ini muncul mengingat minimnya pendampingan bagi warga miskin untuk mendapatkan bantuan hukum saat terkena kasus tindak pidana maupun perkara lainnya di muka pengadilan. “Sehingga mereka sangat rawan sekali untuk dilanggar atau kerap mendapatkan perlakuan yang tidak adil atau tidak sepantasnya dilakukan. Padahal bantuan perlindungan hukum tersebut adalah hak setiap orang yang menghadapi perkara di pengadilan,” katanya.
Dikatakannya, warga miskin di Kendal yang harus berhadapan dengan hukum setiap tahunnya rata-rata mencapai 100 orang. Sementara pemerintah daerah (Pemda) Kendal, selama ini belum bisa menganggarkan bantuan untuk warga miskin yang terkena kasus. “Sebab belum ada payung hukumnya, sehingga meski ada anggarannya tidak bisa dikeluarkan,” jelas anggota DPRD dari Fraksi PKS itu.
Selama ini pendampingan bantuan hukum hanya dari APBN yakni dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Di mana yang bisa mendampingi adalah sebuah lembaga bantuan hukum (LBH) yang sudah terakreditasi di Kemenkumham. “Sementara di Kendal itu baru ada satu LBH yang sudah terakreditasi di Kemenkumham. Yakni hanya bisa menangani maksimal 10 kasus saja per tahun karena baru terakreditasi C. Maka paling tidak Kendal butuh 10 LBH yang terakreditasi C,” tuturnya.
Makanya, DPRD Kendal mendorong kepada LBH yang ada di Kendal untuk segera mengajukan akreditasi di Kemenkumham. Sehingga bisa menerima dana bantuan pendampingan hukum bagi warga yang kurang mampu. “Jangan sampai nanti dana bantuan pendampingan hukum ini justru yang menikmati adalah dana bantuan pendampingan hukum nantinya LBH dari luar Kendal,” tandasnya.
Selain Raperda Bantuan Hukum, DPRD Kendal dalam waktu bersamaan juga membahas Raperda Pengarusutamaan Gender. Yakni strategi untuk mengintegrasikan gender untuk program pembangunan daerah. Tujuannya kedepan tidak ada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan dan pembangunan daerah.
Anggota DPRD Kendal dari Fraksi PDI Perjuangan Widya Kandi Susanti mengatakan, persoalan gender adalah persoalan peran. Bukan berkaitan dengan seks atau jenis kelamin seseorang. Bahwa lelaki perempuan menurutnya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan ataupun karier dan berkontribusi dalam pembangunan.
“Permasalahan gender ini menurut saya karena adanya kesalahan dari pola asuh. Di mana orang tua selalu membeda-bedakan tugas, mainan, pekerjaan dari anak laki-laki dan perempuan. Hal ini terus terbawa sampai dewasa. Sehingga hasilnya banyak orang menyepelekan kaum perempuan,” tandasnya.
Makanya ia sebagai perempuan tergugah untuk Kendal ini memiliki proteksi sekaligus perlindungan terhadap hak-hak gender. Terlebih, hak gender kaum perempuan selama ini banyak yang dilanggar dan terabaikan. (adv/bud/ton)