RADARSEMARANG.COM, SEMARANG- Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang selama ini berlaku di Indonesia dianggap belum mengandung nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut dikatakan Prof Dr Barda Nawawi Arief, SH dalam seminar nasional yang digelar Deputi Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“KUHP ini warisan Belanda. Selama ini memang belum terwujud nilai-nilai Pancasila, jadi perlu diperbarui. Di Belanda sudah mengubah KUHP sebanyak 455 kali. Kita baru sekali saja langsung diprotes, didemo,” ujarnya.
Pembaharuan KUHP ini dinilai sudah pas dengan hukum pidana yang berlaku saat ini. Prof Barda mengatakan, hukum Indonesia ini kaku. Maka, sebagai tim perumus RUU KUHP ia mengharapkan dapat diterima dengan baik.
Adapun pembahasan dalam diskusi tidak jauh-jauh dari berbagai pasal yang dinilai polemik. Seperti pasal 293 yang merupakan perluasan dari pasal 162 KUHP. Pasal tersebut disebut dengan pasal santet. Menurutnya, pasal itu berlaku untuk pihak yang menawarkan jasa melakukan perbuatan ilmu sihir.
“Jadi pasal ini untuk yang menawarkan kejahatan. Misalnya ada seseorang yang mau membunuh dan ada yang menawarkan untuk memfasilitasi dengan keahlian ilmu sihir. Itu kan kejahatan, maka ada hukumnya,” tuturnya.
Lanjut dia, sudah saatnya hukum di Indonesia disesuaikan. Artinya, dalam sidang-sidang hakim bisa memaafkan dengan berbagai pertimbangan keadilan. Hal inilah yang terjadi selama ini.
Dalam pengamatan Prof Barda, RUU KUHP dalam perkembangannya ada bab dan pasal yang seharusnya ada namun dipotong. “Pasal tentang penyesuaian pidana itu dulunya ada. Waktu saya dan tim itu mengusung ada bab-bab pidana itulah yang tadi saya sebut dalam skema saya asas modifikasi pidana. Jadi pidana itu bisa dimodifikasi dan diubah. Tapi kalau model dulu tidak bisa karena seolah-olah hukum itu sudah ditetapkan dan tidak dapat diubah. Asas kepastian hukum. Sudah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak bisa diubah. Tapi kalau RUU KUHP bisa,” tandasnya.
Seminar yang bertempat di Hotel Santika Premier Semarang ini juga dihadiri Dr Supratman Andi Agtas, SH, MH yang menyampaikan tentang kajian badan legislasi nasional. Dr Fajar Laksono Suroso menyampaikan nilai-nilai pancasila dalam putusan pengujian UU di MK. Dan Yunan Harjaka mengenai urgensi nilai-nilai perwujudan pancasila dan kerangka pembaharuan hukum melalui perspektif praktisi. (dka/lis)