Oleh : Untung Supriyadi
RADARSEMARANG.COM – Jumlah pengangguran yang tinggi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah ketidakseimbangan antara jumlah lulusan perguruan tinggi dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang terbatas. Selain itu, kurangnya pola pikir yang mendorong wirausaha dan kurangnya perencanaan karir sejak dini juga menjadi faktor penyebab tingginya angka pengangguran.
Untuk mengatasi masalah ini, lembaga pendidikan perlu mengambil langkah-langkah, salah satunya dengan menyediakan program edupreneurship. Sebuah penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi literatur menunjukkan bahwa program edupreneurship memiliki dampak positif pada peserta didik di semua jenis lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal. Program ini dapat meningkatkan minat berwirausaha, jiwa kemandirian, dan kreativitas inovatif peserta didik.
Dengan adanya program edupreneurship, generasi emas di Indonesia dapat mengimplementasikan nilai-nilai kewirausahaan yang mereka pelajari. Mereka dapat menciptakan peluang-peluang baru, bahkan membuka lapangan kerja sendiri.
Pada tahun 2035, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam bentuk sumber daya manusia produktif, yang dikenal sebagai bonus demografi (Aryanto, 2016). Namun, jika potensi ini tidak dikendalikan dengan baik oleh pemerintah, dapat mengancam pembangunan Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya komprehensif dari semua sektor, terutama di bidang pendidikan. Dengan demikian, pada abad pertama Indonesia atau tahun emas 2045, generasi emas dapat membawa kemajuan bagi Indonesia.
Pendidikan merupakan proses penting dalam mengembangkan potensi individu, yang bermanfaat bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara (Winarno, 2014). Pendidikan berupaya menghasilkan sumber daya manusia berkualitas untuk mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja atau bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan (Sriyanti & Zanki, 2021). Oleh karena itu, pendidikan diarahkan untuk mewujudkan pendidikan kewirausahaan atau edupreneurship.
Kewirausahaan merupakan elemen kunci di setiap negara yang ingin menjadi kompetitif di pasar global. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pendidikan kewirausahaan abad ke-21, agar menjadi mesin penting dalam pengembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi (Boldureanu et al., 2020). Sejak tahun 1999, Global Entrepreneurship Monitor (GEM) telah mempelajari hubungan antara kewirausahaan dan pembangunan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewirausahaan dapat menjadi sarana untuk menciptakan lapangan kerja (Grivokostopoulou et al., 2019).
Menurut Wijoyo (2021), edupreneurship adalah usaha mendidik seseorang untuk menghasilkan produk bernilai jual dan bermanfaat secara kreatif, inovatif, dan pemberani. Tujuan utama edupreneurship adalah memberikan konsep, sikap, dan karakter kewirausahaan dalam dunia pendidikan (Zakaria et al., 2022). Dengan demikian, edupreneurship dapat meningkatkan minat dan motivasi berwirausaha peserta didik. Pembekalan keterampilan kewirausahaan kepada peserta didik menjadi penting mengingat realitas ekonomi saat ini, seperti adanya teknologi baru dan perubahan dalam angkatan kerja, yang membuat jalur karir menjadi lebih kompleks dan tidak pasti bagi para lulusan (Duval & Couetil, 2013). Oleh karena itu, setiap lulusan perlu dibekali dengan keterampilan yang lebih luas untuk mempersiapkan masa depan mereka.
Edupreneur dapat diterapkan di semua lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi, melalui pembelajaran di sekolah, mata kuliah di perguruan tinggi, dan pendidikan non-formal. Pada tingkat perguruan tinggi, salah satu kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa adalah kemampuan untuk mengikuti perkembangan dunia usaha dan industri di bidang pendidikan. Hal ini menunjukkan pentingnya mengembangkan etos kerja yang tinggi melalui kewirausahaan untuk mengurangi tingkat pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi (Dea et al., 2021).
Namun, saat ini terdapat masalah di mana minat generasi muda untuk membuka usaha atau menjadi wirausahawan masih relatif rendah. Menurut penelitian Asnadi (2005), 75% mahasiswa setelah lulus dari lima perguruan tinggi negeri di Indonesia belum memiliki perencanaan karir yang matang. Selain itu, tingkat pengangguran akan semakin tinggi jika jumlah lulusan perguruan tinggi lebih besar daripada lapangan pekerjaan yang tersedia dan tanpa adanya pola pikir untuk berwirausaha (Prestiadi et al., 2021).