RADARSEMARANG.COM, Hidup sejahtera merupakan dambaan dari seluruh lapisan masyarakat. Hidup dalam kecukupan, bisa menikmati kemakmuran yang utuh, tidak miskin, tidak menderita kelaparan, bisa menikmati pendidikan, mampu mengimplementasikan kesetaraan gender, dan merasakan fasilitas kesehatan.
Pada 4 Maret 2020, Presiden Jokowi menetapkan target “angka kemiskinan ekstrem Indonesia menjadi nol persen di akhir tahun 2024”. Angka tersebut merujuk pada ketetapan United Nations (Persatuan Bangsa Bangsa-PBB) yang mencanangkan target penghapusan kemiskinan ekstrem di tahun 2030, seperti yang dituangkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs).
Konsep kemiskinan ekstrem yang dipergunakan oleh Bank Dunia menggunakan konsep paritas daya beli atau umumnya disebut dengan Purchasing Power Parity (PPP).
Konsep PPP mengukur besaran biaya yang dibutuhkan untuk membeli suatu barang dan jasa di satu negara dibandingkan dengan beberapa biaya yang dibutuhkan untuk membeli jenis barang yang sama di negara lain acuan.
Bank Dunia telah melakukan pemutakhiran International Comparison Program (ICP) pada tahun 2017, yang berimplikasi pada kenaikan batas penghasilan kelompok miskin ekstrem (international proverty line) dari USD 1,9 PPP menjadi USD 2,15 PPP per orang per hari.
Dalam laporan Poverty and Equity Brief East Asia and Pacific (2019) bahwa pada tahun 2021 nilai USD 1,9 PPP setara Rp 11.641 per kapita per hari.
Walaupun menghadapi pendemi, upaya pemerintah untuk menangani kemiskinan ekstrem tidak boleh berhenti agar kemiskinan ekstrem pada tahun 2024 dapat mencapai nol persen.
Persentase penduduk miskin ekstrem Maret 2021 yang berstatus bekerja sebesar 56,76 persen. Pendapatan yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Sedangkan penduduk miskin ekstrem bukan angkatan kerja (masih sekolah, mengurus rumah tangga) sebesar 38,01 persen. Penduduk ekstrem yang berstatus pengangguran (tidak memiliki pendapatan) sebesar 5,23 persen. (BPS, Booklet Kemiskinan Ekstrem Indonesia 2021).
Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaksanakan pendataan awal registrasi sosial ekonomi (Regsosek) 2022 pada tanggal 15 Oktober – 14 November 2022. Pendataan Regsosek adalah pengumpulan data seluruh penduduk yang terdiri atas profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan.
Data ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas berbagai layanan pemerintah seperti pendidikan, bantuan sosial, kesehatan, hingga administrasi kependudukan. Data yang dibangun ke depan adalah mencoba mengintegrasikan seluruh data ke dalam satu sistem reformasi perlindungan sosial.
Seluruh keluarga akan diperingkatkan kesejahteraannya. Kalau pemerintah ingin fokus dalam mengentaskan miskin ekstrem maka semua bergerak ke kelompok yang paling bawah. Ini sasaran yang harus dikeroyok oleh seluruh pemerintah baik di pusat maupun daerah, sehingga kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah dapat bersineergi.
Selain pemberian bantuan sosial, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan berbasis geospasial dalam melakukan intervensi kemiskinan.
Penyebabnya bisa bersifat sistemik, salah satunya permasalahan infrastruktur. Akses transportasi, fasilitas kesehatan, tempat usaha juga menjadi faktor penting. Upaya lainnya adalah meningkatkan skala usaha, meningkatkan kualitas pekerjaan, dan kebijakan upah untuk pekerja/buruh.
Peningkatan kualitas pendidikan untuk yang masih sekolah, dan memberikan akses kepada aktivitas ekonomi bagi yang tidak memiliki pendapatan. Peran serta seluruh elemen masyarakat diharapkan memiliki komitmen, bersinergi, dan kolaborasi bersama seluruh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa, (ips1/aro)
Statistisi Ahli di Badan Pusat Statistik Kota Salatiga