Oleh: Untung Supriyadi, S.Pd.I
RADARSEMARANG.COM – Perbedaan penentuan 1 Syawal di Indonesia sering menjadi isu yang kontroversial setiap tahunnya. Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan metode perhitungan yang berbeda-beda dalam menentukan awal bulan Hijriah, tepatnya penentuan tanggal 1 Syawal. Ada beberapa metode perhitungan yang digunakan oleh masyarakat Muslim di Indonesia, seperti metode hisab, rukyat hilal, dan hisab rukyat.
Metode hisab didasarkan pada perhitungan matematis yang melibatkan penggunaan rumus astronomi untuk menentukan awal bulan Hijriah. Sedangkan metode rukyat hilal didasarkan pada pengamatan langsung hilal atau bulan sabit oleh ahli rukyat atau juru pengamat hilal. Sementara itu, metode hisab rukyat adalah kombinasi dari kedua metode tersebut, yaitu dengan menggabungkan perhitungan matematis dan pengamatan langsung hilal.
Karena perbedaan metode perhitungan tersebut, maka terkadang terjadi perbedaan dalam penentuan 1 Syawal yang berakibat pada perbedaan tanggal pelaksanaan salat Idul Fitri dan libur nasional. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian di kalangan masyarakat muslim. Terutama bagi mereka yang berada di daerah yang mengikuti metode perhitungan yang berbeda-beda.
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mengelola isu ini dengan bijak dan rasional. Pemerintah perlu mengambil sikap yang bijaksana dan seimbang dalam menanggapi perbedaan ini. Salah satu sikap yang dapat diambil adalah dengan mendorong dialog antarumat Islam dan pihak terkait. Termasuk para ahli hisab dan rukyat hilal, untuk mencari kesepakatan dalam menentukan awal bulan Hijriah.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa kebebasan beragama dan beribadah dijamin oleh undang-undang. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, menjamin kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa hak-hak tersebut dijamin dan dilindungi, termasuk hak warga muslim untuk menentukan tanggal 1 Syawal berdasarkan keyakinan dan metode perhitungan masing-masing.
Dalam menghadapi perbedaan penentuan 1 Syawal ini, pemerintah harus mengambil sikap wasatiyah atau tengah-tengah, yaitu sikap yang seimbang, bijak, dan tidak memihak pada satu pihak. Dengan sikap ini, diharapkan perbedaan ini dapat diatasi dengan cara yang damai dan menghormati hak setiap individu untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
Sikap Beberapa Penolakan Fasilitas Umum Digunakan Untuk salat Id
Beberapa kepala daerah ada yang mengambil sikap melarang organisasi atau kelompok untuk menggunakan fasilitas umum seperti lapangan atau masjid umum untuk melaksanakan salat Idul Fitri yang berbeda dengan pemerintah perlu dikaji secara cermat. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia menghargai keragaman dan keberagaman umat Islam dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Idul Fitri sesuai dengan metode yang dianut oleh masing-masing kelompok atau organisasi.
Namun, dalam hal penggunaan fasilitas umum untuk salat Idul Fitri perlu ada koordinasi antara pemerintah dan organisasi atau kelompok yang ingin melaksanakan salat. Pemerintah sebagai pemegang kendali atas fasilitas umum harus memperhatikan faktor keamanan, keselamatan, dan kenyamanan masyarakat dalam penggunaan fasilitas tersebut. Namun demikian, pemerintah juga harus memastikan kebebasan beragama dan beribadah dijamin oleh undang-undang.
Dalam hal ini, pemerintah perlu mengambil sikap wasatiyah yang berarti mengambil sikap tengah atau seimbang. Pemerintah harus mengedepankan dialog dan kerjasama dengan organisasi atau kelompok yang ingin melaksanakan salat Idul Futri ada tanggal yang berbeda. Pemerintah dapat menyiapkan fasilitas alternatif atau mengalihkan penggunaan fasilitas umum yang lebih cocok bagi kelompok yang ingin melaksanakan salat Idul Fitri pada tanggal yang berbeda.
Dalam hal ini, pemerintah juga dapat mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Idul Fitri. Pemerintah juga dapat memastikan bahwa kebebasan beragama dan beribadah dijamin oleh undang-undang, sehingga tidak ada tindakan diskriminatif terhadap kelompok atau organisasi yang ingin melaksanakan salat Idul Fitri pada tanggal yang berbeda.
Dalam kesimpulannya, pemerintah harus mengambil sikap wasatiyah yang seimbang dalam menanggapi perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri bagi umat Islam. Sikap ini harus memperhatikan faktor keamanan, keselamatan, dan kenyamanan masyarakat dalam penggunaan fasilitas umum serta menghormati kebebasan beragama dan beribadah yang dijamin oleh undang-undang. (*/bas)
Kepala SMK Muhammadiyah 2 Muntilan