Oleh: Yun Ainu Rohman, Susanti, Fanisa Putri Zatadini
RADARSEMARANG.COM – Kebutuhan dunia akan minyak bumi yang digunakan sebagai sumber energy menghasilkan ketergantungan dunia yang besar. Perkembangan sector industry yang massif diikuti dengan perkembangan penduduk ini berakibat pada semakin meningkatnya permintaan akan minyak bumi. Harga actual dari minyak mentah saat artikel ini ditulis senilai 103.49 US Dollar per barrelnya. Harga minyak mentah ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tanggal dan bulan yang sama pada tahun 2021 yang harganya hanya 61.56 US Dollar per barrelnya. Hal ini mengindikasikan terjadi peningkatan sebanyak 77% dalam jangka waktu setahun tersebut. Kenaikan harga minyak mentah yang melambung tinggi ini dikarenakan konflik yang terjadi antara negara Rusia dengan Ukraina. Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Agung Pribadi mengungkapkan pada bulan maret lalu, masih terdapat tren yang tinggi pada ICP bulan maret 2022.
Terjadinya kenaikan pada ICP dan juga harga minyak dunia yang mengalami kenaikan harga memiliki pengaruh yang besar terhadap harga BBM di Indonesia. Keputusan Menteri ESDM No. 62 K/112/MEM/2020 yang berisi tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang disalurkan melalui SPBU atau stasiun pengisian bahan bakar umum menjadi dasar bagi PT. Pertamina (Persero) dalam penyesuaian harga bahan bakar minyak atau BBM. Melansir dari laman website milik PT. Pertamina, harga bahan bakar bensin pertamax di pulau jawa senilai Rp 12.500.00 yang semula harganya senilai Rp. 9.000.00.
Sisi permintaan dan sisi penawaran menjadi factor penting yang mempengaruhi harga minyak bumi, ekspetasi pasar dan spekulasi yang terjadi di pasar bisa menjadi bahan untuk melakukan prediksi mengenai jumlah permintaan pada masa yang akan datang. Lalu, selain itu ketersediaan cadangan minyak bumi menjadi menjadi factor utama dalam terjaminnya pasokan minyak bumi yang dibutuhkan. Artikel ini nantinya akan membahas mengenai bagaimana kerangka kerja dalam mengelola sumber daya alam di negara yang memiliki ketergantungan akan minyak, dan bagaimana Amerika Serikat sebagai pemasok mengubah tingkat pemisahan atau ekstraksi yang nantinya akan dikaitkan dengan Peak Oil Theory.
Hasil penelitian (Ertimi dkk., 2021) yang berpedoman pada system fiscal negara Norwegia. Pemerintah Norwegia mensiasati dana tabungan dan stabilisasi untuk penanganan pendapatan minyak pemerintah. Dengan menggunakan model Norwegia ini, fluktuasi pendapatan minyak negara bisa dikontrol dengan menggunakan dana tabungan dan stabilisasi. Dikarenakan setiap negara menghadapi dilemma mengenai pembangunan negara dan produksi iklim global, dengan menerapkan kerangka kebijakan fiscal dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan ini bisa ditetapkan sebagai otoritas fiscal di negara yang kaya akan minyak. Pada negara Norwegia, kebijakan fiscal yang digunakan berfungsi dengan baik.
Pada penelitiannya (Waisman dkk., 2012), mengarah kepada preferensi harga, dan pola pertumbuhan yang berbeda Peak Oil ini sangat bergantung pada harga minyak saat cadangannya tinggi di jangka pendek. Perifanis, (2022) yang menyatakan bahwa Peak Oil merupakan factor dengan aspek lingkungan, dan hipotesis penelitiannya yang ditolak antara tahun 2008 dan 2021 bisa dikatakan bahwa Peak Oil tidak bisa dijadikan gambaran produksi minyak Amerika Serikat. Pada penelitiannya menghasilkan, bahwa pemasok dapat mengubah produksi mereka yang tergantung kepada fundamental pasar. Penelitian ini menyarankan saat ada peningkatan produktivitas, harus digunakan dengan sangat hati-hati dikarenakan pasokan minyak yang ada akan bereaksi terhadap sinyal permintaan yang ada dan yang diproduksi akan mengalami over supply.
Hal ini tentu bisa diperhatikan juga oleh pemerintah Indonesia, banyaknya lahan produktif dijadikan kebun sawit bisa memicu Peak Oil ini. Karena jika produksi minyak bumi sudah mencapai titik maksimumnya maka produksi dari minyak bumi tersebut akan mulai menurun. Pemerintah harus memulai langkah yang lebih massif dalam merespon pemanasan global yang terjadi saat ini. Karena jika tidak, maka dampaknya bukan hanya untuk generasi saat ini juga namun generasi-generasi yang selanjutnya juga akan merasakan dampak dari pemanasan global tersebut. (*/bas)