31.7 C
Semarang
Tuesday, 6 May 2025

Ironi, Banyak Pengangguran Berpendidikan Tinggi

Oleh : Ari Nurvitasari, S.ST

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Salah satu problem mendasar yang dihadapi suatu daerah adalah pengangguran. Jika tidak segera ditangani, akan memberikan dampak negatif baik sosial maupun ekonomi. Banyak riset menunjukkan bahwa semakin banyak penganggur, semakin tinggi pula tindak kriminalitas. Seperti perampokan, penjambretan, dan masalah sosial lainnya.
Selain itu, secara langsung maupun tidak langsung angka pengangguran yang tinggi akan menambah jumlah penduduk miskin.

Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Magelang pada Agustus 2021 sebesar 5,03 persen, naik 0,73 persen poin dibandingkan dengan keadaan Agustus 2020. Jika dilihat karakteristiknya, lebih dari separuh jumlah penganggur di Kabupaten Magelang merupakan lulusan SMA/sederajat dan perguruan tinggi.

Kondisi ini cukup mengkhawatirkan dimana orang berpendidikan tinggi malah lebih banyak yang menganggur. Konsep bahwa semakin tinggi pendidikan maka akan semakin mudah mencari pekerjaan tidak berlaku di sini. Hal ini dikarenakan lulusan pendidikan tinggi akan memilih-milih pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka. Jika pekerjaan yang tersedia tidak sesuai, maka mereka lebih memilih untuk menganggur karena gengsi.

Sebenarnya akar permasalahan terjadinya pengangguran adalah lapangan pekerjaan yang ada tidak mampu menyerap semua
angkatan kerja. Lulusan pendidikan tinggi tiap tahun bertambah melebihi lapangan kerja yang tersedia. Selain itu ketidaksesuaian antara kualitas fresh graduate dengan calon yang diharapkan pasar kerja juga menjadi penyebab utama banyaknya pengangguran lulusan pendidikan tinggi.

Kurangnya ketersediaan lapangan kerja bagi lulusan pendidikan tinggi tidak dapat dilepaskan dari problem struktural ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang stagnan, bahkan mengalami resesi efek pandemi Covid-19, membuat pengangguran semakin bertambah. Untuk itu, pemerintah harus berusaha untuk meningkatkan investasi, terutama di sektor pertanian dan industri sebagai sektor yang paling banyak menyerap angkatan kerja. Dengan adanya investasi, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Selain itu, pendidikan formal yang berkualitas, khususnya pada jenjang SMA ke atas adalah kunci menekan pengangguran berpendidikan tinggi. Saat ini, pendidikan formal hanya berfokus pada kuantitas tanpa memperhatikan
kualitas para lulusan. Banyak materi yang cenderung bersifat teoritis yang kenyataanya tidak dapat diaplikasikan
di dunia kerja. Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan kurikulum yang mengutamakan skill atau keterampilan calon angkatan kerja. Hal ini sangat penting untuk menciptakan calon angkatan kerja yang siap berkompetisi di dunia kerja.

Selain berorientasi pada keterampilan, kurikulum juga harus menekankan pada konsep kewirausahaan untuk menciptakan bisnis baru. Pasalnya, lapangan kerja yang ada saat ini belum cukup untuk menampung semua angkatan kerja. Jika hanya bergantung pada lapangan kerja yang tersedia, maka tidak dapat dipungkiri jumlah pengangguran akan semakin bertambah. Untuk itu, calon angkatan kerja perlu didorong untuk proaktif dan produktif dalam menciptakan lapangan kerja sendiri.

Di era revolusi industri saat ini, calon angkatan kerja dituntut untuk “berlari” mengikuti perkembangan zaman. Melek teknologi merupakan modal utama jika ingin sukses dalam dunia kerja. Tidak ada ruang bagi calon angkatan kerja yang masih berpikir secara tradisional. Untuk itu, calon angkatan kerja harus bisa dan mau untuk memanfaatkan teknologi dan informasi secara maksimal.

Baik dari pemerintah, lembaga pendidikan, pasar kerja, dan calon angkatan kerja memiliki peran masing-masing dalam menekan angka pengangguran. Semua pihak harus bersinergi sehingga diharapkan pengangguran pendidikan tinggi dapat teratasi. (ms2/lis)

Statistisi Ahli Pertama di BPS Kabupaten Magelang


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya