Oleh: Dyah Ayu Tunggaldewi Sandi Hendhra Suprapto
RADARSEMARANG.COM – Masa remaja adalah suatu tahap transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa dan biasanya menunjuk pada usia sekitar 12 sampai 18 tahun atau masa SMP dan SMA. Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10- 18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Tingkat kehamilan <20 tahun masih tinggi, Juni 2020 BKKBN menyatakan angka kehamilan tidak diinginkan di Indonesia 17,5 %. Di provinsi DKI Jakarta, persentase umur kehamilan pertama <20 tahun pada tahun 2020 (29,32%) meningkat dibanding tahun 2019 (29,13%). Diketahui bahwa dari jumlah penduduk remaja (usia 14-19 tahun) terdapat 19,6% kasus kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan sekitar 20% kasus aborsi di Indonesia dilakukan oleh remaja (BKKBN, 2021).
Ciri lain yang dimiliki remaja adalah banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Dari sudut pandang kesehatan, tindakan menyimpang yang sangat mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran penyakit kelamin (sexual transmitted disease), kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki (adolescent unwanted pragnancy) di kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah sertaan lainnya yaitu unsafe aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional.
Perkembangan pergaulan di kota-kota besar yang semakin pesat, jika tidak diimbangi dengan pendidikan dan penyampaian informasi yang memadai bagi remaja, akan menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan jumlah kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), serta kasus-kasus lainnya seperti penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Human Immunodeficiency Virus/ acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS). Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi semakin penting untuk diinformasikan kepada para remaja, terutama juga untuk menjawab rasa keingintahuan mereka yang sangat besar.
Permasalahan
Dalam era globalisasi komunikasi dan informasi saat ini, remaja dapat dengan mudah mengakses informasi dari berbagai belahan dunia dengan corak budaya yang beraneka ragam, sehingga terbuka lebar peluang untuk terkontaminasi dengan informasi yang seringkali justru bertolak belakang dengan budaya masyarakat sendiri. Dalam kondisi tersebut, tanpa bimbingan dan pendampingan yang memadai, remaja akan mudah terpengaruh dengan informasi yang menyesatkan dan mudah terbawa arus pergaulan yang tidak sehat. Apalagi remaja belum mempunyai filter yang cukup kuat untuk menyaring berbagai informasi yang diterimanya, juga belum mempunyai daya tangkal untuk menepis dominasi lingkungan pergaulan yang salah karena kepribadiannya yang masih labil dan tingkat pengetahuannya masih minim.
Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di Indonesia
Saat ini, pemahaman remaja tentang seksualitas masih sangat kurang. Kurangnya pemahaman ini antara lain dapat ditandai dengan adanya ketidaktahuan berbagai materi tentang seksualitas. Beragam permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja perlu suatu upaya pengembangan program pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang dapat mencakup: 1) penyediaan pelayanan klinis, 2) pemberian informasi akurat, 3) mempertimbangkan kemampuan dan sisi kehidupan remaja, 4) menjamin program yang cocok atau relevan dengan remaja, serta 5) mendapat dukungan masyarakat.
Pendidikan KRR berbasis sekolah merupakan salah satu alternatif strategi yang tepat karena bisa mencakup semua tantangan diatas. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang dilakukan oleh sekolah merupakan salah satu upaya untuk membimbing remaja mengatasi konflik seksualnya. Oleh berbagai pihak, sekolah dan guru dianggap sebagai pihak yang layak memberikan pendidikan KRR ini. Pendidikan KRR untuk memberikan bekal pengetahuan kepada remaja mengenai anatomi dan fisiologi reproduksi, proses perkembangan janin, dan berbagai permasalahan reproduksi seperti kehamilan, IMS, HIV/AIDS, KTD dan dampaknya, serta pengembangan perilaku reproduksi sehat untuk menyiapkan diri melaksanakan fungsi reproduksi yg sehat (fisik, mental, ekonomi, spiritual).
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang dilakukan oleh sekolah merupakan salah satu upaya untuk membimbing remaja mengatasi konflik seksualnya. Oleh berbagai pihak, sekolah dan guru dianggap sebagai pihak yang layak memberikan pendidikan KRR ini. Pihak sekolah dan guru melaksanakan pendidikan KRR ini dengan memasukkan materi KRR ke dalam pelajaran Biologi, Penjaskes, dan Agama, sebagaimana kebijakan yang ditetapkan Depdiknas tentang strategi pendidikan KRR di sekolah. (*/bas)
Mahasiswa Masscommunication Binus University