RADARSEMARANG.COM, MEWABAHNYA Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang sudah menjadi pandemi global, membuat perekonomian Indonesia menjadi terganggu. Hampir semua sektor terkena dampak dari pandemi ini antara lain pariwisata, ritel, dan manufaktur. Sektor UMKM juga diketahui telah terkena dampak dari kejadian ini.
Meskipun sejak Juni 2020 Pemerintah telah melonggarkan pembatasan aktivitas masyarakat, namun kondisi perekonomian Indonesia belum sepenuhnya membaik, termasuk di Jawa Tengah. Setelah tumbuh tipis sebesar 2,6 persen (yoy) pada kuartal pertama 2020, perekonomian Jawa Tengah mengalami kontraksi 5,94 persen pada kuartal kedua 2020. Bayang-bayang resesi ekonomipun kembali mengemuka mengingat aktivitas ekonomi pada kuartal ketiga belum sepenuhnya pulih. Pemberlakuan physical distancing serta Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) dibeberapa wilayah akibat pandemi juga berimbas kepada operasional perusahaan/usaha.
Respon perusahaan dalam menyikapi pandemi Covid-19 terlihat beragam. Ada yang mengurangi atau menutup perusahaan karena permintaan menurun, ada yang menerapkan kebijakan Work From Home (WFH), namun ada yang justru beroperasi melebihi kapasitas produksi sebelum adanya Covid-19 karena permintaan meningkat.
Hasil Survei Dampak Covid-19 Terhadap Pelaku Usaha yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 10-26 Juli 2020 menunjukkan bahwa ada sebanyak 27,4 persen perusahaan yang masih beroperasi seperti biasa dengan pengurangan jam kerja, sebanyak 12,1 persen perusahaan menerapkan kebijakan WFH dengan cara merumahkan sebagian pegawai (tidak dibayar), dan ada sebanyak 15 persen perusahaan yang justru beroperasi melebihi kapasitas dengan cara meningkatkan jam kerja. Optimisme bahwa pandemi akan segera berakhir cenderung membuat perusahaan tidak mengambil keputusan PHK permanen. Memberhentikan pekerja dalam waktu singkat (hanya sementara) adalah pilihan yang relatif lebih baik.
Lebih dari 76 persen perusahaan yang masih beroperasi seperti biasa, mengaku memiliki jumlah tenaga kerja yang tetap atau tidak melakukan pengurangan atau penambahan jumlah pegawai. Ada berbagai upaya perusahaan untuk tetap mempertahankan tenaga kerjanya meskipun aktivitas perusahaan sangat terdampak oleh pandemi. Keputusan untuk melakukan PHK cenderung sebagai langkah terakhir yang diambil. Pengurangan jam kerja menjadi pilihan langkah yang relatif lebih dominan diambil oleh perusahaan dibandingkan pilihan lainnya.
Dampak pandemi terhadap Pendapatan perusahaan berbeda menurut skala usaha (mikro, kecil, menengah dan besar). Sementara itu, sekitar 85,6 persen responden perusahaan mengaku jika total pendapatannya berkurang atau menurun. Usaha Mikro menjadi usaha yang paling banyak mengalami penurunan. Responden perusahaan skala mikro yang mengaku mengalami penurunan pendapatan mencapai 67,9 persen. Secara persentase, perusahaan UMK (86,2persen) lebih banyak yang mengalami penurunan pendapatan dibandingkan dengan perusahaan UMB (83,1 persen).
Dalam masa transisi penerapan new normal, pemanfaatan internet dan Teknologi Informasi (TI) menjadi salah satu cara bagi pelaku usaha dalam mempertahankan keberlangsungan usaha serta meningkatkan pendapatannya. Kebijakan pembatasan sosial mengakibatkan cara pemasaran yang dahulunya konvensional menjadi terbatas sehingga sarana pemasaran online menjadi solusi yang cukup menjanjikan. Secara umum, sekitar 51,6 persen perusahaan telah menggunakan internet dan TI untuk pemasaran via online sejak sebelum pandemi. Sementara itu, sekitar 5,8 persen perusahaan baru menggunakan internet dan TI untuk pemasaran pada saat pandemi.
Menyikapi kondisi pandemi, ada pelaku usaha yang memandangnya sebagai peluang. Rencana pengembangan usaha pasca Covid-19 bisa jadi telah dipikirkan. Mitigasi rencana pengembangan bisa menjadi indikasi seberapa besar pelaku usaha relatif lebih siap dalam menghadapi situasi krisis.
Sampai awal Semester II 2020 kondisi pandemi masih belum menunjukkan kapan akan berakhir. Kembali pulihnya operasional perusahaan seperti pada masa sebelum Covid-19 belum dapat dipastikan. Namun diperlukan optimisme pelaku usaha agar tercipta iklim dunia usaha yang kondusif.
Secara keseluruhan, bantuan modal usaha merupakan bantuan yang paling dibutuhkan perusahaan UMK sedangkan keringanan tagihan listrik, relaksasi pembayaran pinjaman, dan penundaan pembayaran pajak merupakan tiga bantuan yang paling dibutuhkan selama masa pandemi oleh UMB. (fkp2/zal)
Statistisi Muda BPS Kabupaten Sragen