28.4 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Pola Pikir Berharga dan Bermartabat

Oleh : Philipus Kristanto

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Tiga kebuntuan ekonomi yang menjadi pemikiran negara maju maupun negara dunia ke tiga adalah masalah kemiskinan, kemerosotan lingkungan, dan pengangguran. Dalam situasi terpuruknya akibat pandemi Covid-19, dialami sebagian besar negara berkembang, pertumbuhan produksi tidak menguntungkan semua penduduk pada umumnya.

Oleh karena itu, pemerintah menjadikan percepatan penurunan kemiskinan ekstrem sebagai salah satu program prioritas nasional, untuk menanggulangi melebarnya jurang kemiskinan.

Kemiskinan ekstrem mengacu pada standar Bank Dunia dapat diklasifikasikan bahwa setiap individu yang penghasilannya di bawah Parity Purchasing Power (PPP) US$ 1,99/kapita/hari yang setara dengan Rp12.000/kapita/hari. Garis kemiskinan nasional pada dasarnya adalah sejumlah uang yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan data pengeluaran/konsumsi terdiri dari garis kemikinan makanan yaitu harga dari 2.100 kkal/kapita/hari ditambah dengan garis kemiskinan non-makanan dari nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok nonmakanan lainnya.

Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin mengatakan bahwa saat ini pemerintah tengah fokus berupaya mengatasi kemiskinan ekstrem. Adapun hasil yang ditargetkan dari upaya ini adalah tingkat kemiskinan ekstrem yang mencapai nol persen pada 2024. Hal tersebut diungkapkan Wapres saat memimpin rapat pleno Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada Rabu (25/08/2021).

Penghitungan kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 10,14 persen, menurun 0,05 persen poin terhadap September 2020 dan meningkat 0,36 persen poin terhadap Maret 2020 (BPS, Berita Resmi Statistik 15 Juli 2021).

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebear 27,54 juta orang, menurun 0,01 juta orang terhadap September 2020 dan meningkat 1,12 juta orang terhadap Maret 2020. Sedangkan garis kemiskinan pada Maret 2021 tercatat sebesar Rp 472.525,00/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 349.474,00 (73,96 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 123.501,00 (26,04 persen).

Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini adalah dengan keterbatasan dana untuk fokus di tujuh provinsi terlebih dahulu. Yakni Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua, Maluku, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Dari tujuh provinsi yang terpilih akan diambil lima kabupaten/kota dari masing-masing provinsi, sehingga secara total fokus penenanganan kemiskinan ekstrem tahun ini akan menyasar tiga puluh lima kabupaten/kota, yang didasarkan pada data BPS.

Kemiskinan ekstrem menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya oleh pemerintah, namun juga oleh seluruh lapisan masyarakat. Memaknai kemiskinan ekstrem bukan sekadar karena pendapatan per bulan mereka rendah, upah rendah dan untuk berusaha tidak memiliki modal. Ada warga miskin ekstrem yaitu mereka yang memiliki hampir seluruh kompleksitas multidimensi kemiskinan dengan ciri : lansia, tinggal sendirian, tidak bekerja, difabel, memiliki penyakit kronis/menahun, rumah tidak layak huni, tidak memiliki fasilitas air bersih, dan sanitasi yang memadai.

Hal ini perlu diberikan bantuan, modal uang atau barang, disediakan lapangan kerja berupa padat karya pedesaan. Harapannya adalah dengan pemantauan sekaligus pendampingan dan pembinaan baik dari pemerintah maupun melibatkan lembaga/perusahaan, terlebih masyarakat itu sendiri agar memiliki pola pikir menjadi masyarakat yang berharga dan bermartabat.

Dengan modal yang diberikan dapat menjalankan roda usahanya, dan yang mendapatkan lapangan kerja meningkatkan pendapatannya. Pola pikir berharga dan bermartabat, untuk tidak miskin lagi. (pm2/lis)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya