RADARSEMARANG.COM, RAMADAN telah memasuki fase-fasenya, dimana keindahan lantunan Alquran dan semangat menjalankan salat tarawih semakin menggebu-gebu. Tak hanya itu, keindahan lainnya diperoleh dari fenomena kemudahan mengaji kitab kuning dari para guru dan kiai yang tak diragukan keilmuannya. Pengajian kitab kuning ini menjadi salah satu simbol tradisi intelektual pesantren. Pengajian kitab kuning memberikan pemahaman bahwa pesantren tak hanya mengajarkan ilmu agama, namun juga sebagai wadah untuk melestarikan budaya Islam sejak dahulu kala.
Ramadan tahun ini, masih diuji dengan pandemi Covid-19. Meskipun ragam kesedihan, namun ada hal positif dari keadaan ini. Keadaan penuh dengan tangisan dan kekecewaan, menyadarkan kita bahwa dalam sebuah kehidupan pasti ada perubahan. Perubahan yang mempunyai dampak menggembirakan maupun menyedihkan. Meski demikian, daya kreativitas dan rasa ingin terus berkembang tidak pernah berhenti. Manusia dikaruniai rasa ingin tahu yang begitu tinggi dan rasa ingin berbagi yang tak diragukan.
Terbukti, hadirnya pengajian kitab kuning secara virtual menjadi contoh kekuatan yang dibangun dari peran generasi muda untuk menjembatani dan memfasilitasi para kiai untuk tetap mensyiarkan keilmuan yang dimiliki lewat media digital. Hal ini sebagai upaya mengenalkan secara lebih luas eksistensi pesantren serta memperkokoh kehidupan antar generasi. Pengajian kitab kuning secara virtual menjadi garis singgung kesepakatan antara kebutuhan umat Islam dan kondisi pandemi saat ini. Kehadiran pengajian kitab kuning secara virtual ini semakin menyemarakan bulan Ramadhan.
Mitigasi terhadap Jebakan Radikalisme.
Jebakan-jebakan radikalisme yang subur pada generasi muda menjadi tantangan tersendiri bagi pesantren untuk menghadirkan semangat Islam yang sebenarnya. Sebagian masyarakat yang dulu menjadikan para ustad terkenal dengan gerakan radikal sebagai primadona untuk mempelajari agama Islam, kini berusaha diluruskan kembali ke hakikat Islam yang rahmatan lil’alamin. Islam yang menciptakan harmoni dalam kehidupan beragama dan bernegara. Pengajian kitab kuning secara virtual\tanpa batas waktu dan tempat, diharapkan dapat sebagai jawaban atas kebutuhan mendapatkan ilmu agama Islam. Kini masyarakat mempunyai pilihan untuk menimba ilmu langsung dari para guru dan kiai tanpa ada sekat yang berarti.
Peran generasi muda dan generasi sepuh dalam menghadapi hantaman radikalisme yang kian besar patut diapresiasi setinggi-tingginya. Hal tersebut juga menjadi upaya menghindarkan benturan antaragama dan negara. Selain itu, manuver tersebut dilakukan sebagai ikhtiyar dalam menjembatani perbedaan pemahaman Islam generasi X, Y, hingga Z. Harapannya, tingkat pemahaman ilmu agama Islam yang rahmatan lil’alamin menjadi semakin meningkat, seiring gairah manusia dalam menjalani tradisi pengajian kitab kuning secara virtual di tengah kegundahan pandemi Covid-19 ini.
Kehadiran produk kolaborasi ini memberikan solusi terhadap menjamurnya ustad/ustadah “karbitan”. Berbagai ajaran sesat, gerakan radikal diharapkan dapat berkurang dan menghilang di bumi Nusantara yang indah ini. Gerakan ngaji virtual ala pesantren ini bisa dikatakan sebagai mitigasi terhadap ajaran agama yang “dibelokkan” sehingga salah kaprah. Pengajian kitab kuning secara virtual ini diharapkan dapat memberikan pemahaman Islam yang moderat (tawasuth), seimbang (tawazun), dan toleran (tasamuh), sehingga menciptakan atmosfer menyejukkan pada bulan Ramadan ini maupun bulan-bulan berikutnya meskipun di tengah pandemi Covid-19. (*/ida)
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo.