31 C
Semarang
Friday, 20 December 2024

Mengajar Penerjemahan di Era Google Translate

Artikel Lain

Oleh: Marisa Fran Lina, M.Pd

RADARSEMARANG.COM – Aplikasi penerjemahan sekarang ini sudah banyak sekali. Seperti yang kita tahu dan sering digunakan adalah Google Translate. Lalu ada lagi sederet.com dan ReadLang yang tampilannya sangat menakjubkan, berupa cerita Bahasa Inggris yang jika kita arahkan pointer ke teks bacaan akan muncul terjemahan langsung berbahasa Indonesia. Tentu masih ada beberapa aplikasi penerjemahan lain yang semakin hari semakin canggih.

Melihat kondisi ini, muncul pertanyaan, bagaimana cara mengajarkan Bahasa Inggris di jaman penerjemahan serba canggih ini? Memang tidak dipungkiri penerjemahan mesin tersebut ada yang masih text to text, namun jika dilihat perkembangannya, seperti Google Translate sudah mengalami perkembangan yang pesat dalam menerjemahkan. Hasilnya lebih enak dibaca daripada dulu awal-awal mesin penerjemahan ini diluncurkan. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Groves & Mundt (2015) dalam risetnya, MT (Machine Translation) akan terus meningkat, teknologi ini akan memiliki pengaruh yang besar pada pengajaran Bahasa untuk tujuan akademik, dan dengan penggunaan imajinatif, akan memungkinkan pengaruh ini menjadi positif bagi siswa dan instruktur mereka.

Sebagai pendidik tentu kadang ada yang idealis sehingga ‘memaksa’ siswanya untuk menerjemahkan sendiri tanpa menggunakan mesin penerjemahan dan hanya dibantu oleh kamus manual. Terlepas dari efektif tidaknya cara tersebut, saya lebih cenderung memilih untuk membebaskan mahasiswa untuk menggunakan aplikasi yang ada untuk mendukung terjemahan terbaik mereka. Saya mengajarkan mereka lebih kepada bagaimana mengedit terjemahan mesin menjadi teks atau kalimat yang lebih enak dan mudah dipahami untuk dibaca.

Mengajar Bahasa Inggris kepada generasi milenial memang menantang. Apalagi di masa  serba daring seperti ini. Tidak mungkin kita sebagai pengajar membatasi mereka untuk tidak menggunakan mesin penerjemahan seperti Google Translate dalam mengajar Bahasa Inggris. Yang justru dilakukan adalah mengkombinasikan pengajaran kita dengan aplikasi-aplikasi penerjemahan tersebut.

Pengalaman mengajar online hampir dua semester ini, saya mengajak para mahasiswa untuk menggunakan Google Translate dalam menerjemahkan teks Bahasa Inggris. Mereka berasal dari jurusan non Bahasa Inggris dan harus ‘dipaksa’ memahami teks Bahasa Inggris yang bahkan ada yang tidak tahu sama sekali maksud dari teks tersebut. Mereka dari background pendidikan yang variatif di mana terkadang mereka sangat tidak menyukai Bahasa Inggris karena pengalaman belajarnya dahulu yang tidak menyenangkan.

Dari hal tersebut di atas, kemudian saya bentuk grup-grup kecil untuk peer-learning agar mereka bisa saling komunikasi secara online terkait diskusi penerjemahan yang pas dan mudah dipahami dari teks tersebut. Selain itu, Google Translate memiliki fitur ‘speaker’ yaitu fitur yang bisa digunakan pengguna untuk mengecek pengucapan kata dalam bahasa Inggris. Karena banyak dari mahasiswa saya yang masih awam dengan cara membaca Bahasa Inggris dengan benar.

Lalu, bagaimana cara mengajarkan konsep penerjemahan ke para mahasiswa tersebut? Newmark (Ordudari, 2010) menyebutkan perbedaan antara metode dan prosedur penerjemahan. Dia mengatakan bahwa, “metode terjemahan berkaitan dengan seluruh teks, dan prosedur terjemahan diterapkan untuk kalimat dan unit bahasa yang lebih kecil”. Selain itu, ia merujuk beberapa metode penerjemahan di antaranya adalah; terjemahan literal dan terjemahan setia (faithful translation). Terjemahan literal adalah di mana pola tata bahasa diubah menjadi padanan terdekatnya, tetapi kata-kata leksikal diterjemahkan secara tunggal. Misalnya, ‘three days’ diterjemahkan menjadi ‘tiga hari’, ‘they have departed’ diterjemahkan menjadi ‘mereka telah berangkat’, dan ‘Budi is reading’ diterjemahkan menjadi ‘Budi sedang membaca’’. Prosedur lainnya adalah terjemahan setia. Prosedur ini mencoba untuk menghasilkan makna kontekstual yang tepat dari teks asli dalam batasan struktur tata bahasa. Salah satu contoh “You should know that teaching millennial generation is not easy” diterjemahkan menjadi ‘Perlu diketahui bahwa bahwa mengajar generasi milenial itu tidak mudah’.

Dengan demikian, penerjemah harus memahami baik bahasa sumber, bahasa sasaran, dan tata bahasa untuk membedakan antara leksikon (kosakata), struktur tata bahasa, dan konteks budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran (Nida, dalam Liu, 2012).

Jadi, metode dan prosedur penerjemahan sangat penting diajarkan kepada mahasiswa agar diterapkan dalam mengedit teks terjemahan dari mesin penerjemah. Mereka tidak hanya langsung copy-paste tapi juga tahu bagaimana review teks tersebut secara detail dan keseluruhan. Selain itu, mereka juga harus dibekali dengan pengetahuan mendasar tentang kosakata, grammar, budaya dari bahasa sumber dan bahasa target supaya hasil terjemahan teks lebih enak dibaca. (*/zal)

Dosen Bahasa Inggris Fakultas Dakwah IAIN Salatiga


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya