26.4 C
Semarang
Monday, 23 June 2025

Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Penanganan ABH

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan kemasyarakatan sesuai Undang-undang No. 12 Tahun 1995 yang dalam hal ini berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan).
Lapas dan Rutan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik Pemasyarakatan. Tujuan sistem pemasyarakatan adalah menyiapkan warga binaan pemasyarakatan, yang salah satunya disebut klien pemasyarakatan, agar dapat berintegrasi dan berperan kembali dalam keluarga dan lingkungan masyarakat luas secara sehat dan bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan tujuan dari sistem Pemasyarakatan tersebut, maka peran seorang pembimbing kemasyarakatan (PK) sangat penting dan strategis. Yaitu dalam melakukan penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam rangka dilaksanakannya penyelesaian perkara anak yang melalui jalur non-litigasi atau penyelesaian perkara anak di luar sistem peradilan pidana yaitu diversi.

Seorang PK mempunyai tugas khusus dalam proses penegakan hukum, karena merupakan salah satu bagian dari sistem tata peradilan pidana, seperti halnya polisi, jaksa, hakim, atau pengacara. Dengan adanya UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yang berfokus pada keadilan restoratif dan diversi menekankan pada “pemulihan” daripada “pembalasan”. Pembuatan undang-undang ini diharapkan dapat mengubah stigma masyarakat yang memandang anak sebagai ‘pelaku kriminal’, dan membuat masyarakat sadar bahwa anak masih dalam masa pengembangan diri dikarenakan mereka masih memerlukan pendidikan untuk masa depannya. Mereka secara undang-undang yang mengatur, dinyatakan belum dapat mempertanggungjawabkan perilakunya secara penuh.

Terkait dengan hal tersebut, sesuai UU No. 11 Tahun 2012 ayat 24 maka PK Bapas dituntut untuk berperan lebih besar terhadap penanganan ABH (anak berkonflik hukum). PK dalam tupoksinya memberikan pendampingan dalam proses penyidikan salah satunya yaitu dalam hal membantu penegak hukum selain itu memberikan pembimbingan dan pengawasan.

Pelaksaanan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum pasal 7 ayat 1 UU SPPA adalah suatu kewajiban untuk dilakukan oleh setiap tingkat penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana. Sementara sebagaimana yang tertuang di dalam pasal 7 ayat 2 UU SPPA juga mensyaratkan pelaksanaan diversi dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 7 tahun dan juga bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Pada pelaksanaannya dijelaskan oleh PK yaitu proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, PK dan pekerja sosial profesional dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal anak.

Hal ini tentunya bagian terpenting yang harus di perhatikan oleh PK karena dalam proses diversi harus memperhatikan hal-hal wajib antara lain kepentingan korban, kesejahteraan dan tanggung jawab anak, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, keharmonisan masyarakat dan kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Dalam diversi di setiap tingkatan sistem peradilan pidana anak, keberadaan PK Bapas dipandang sangat sentral. Hasil penelitian dari PK Bapas akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir diversi itu. Kesepakatan diversi paling lama 3 hari sesuai ketentuan harus diajukan kepengadilan untuk dilakukan penetapan.

Keberadaan PK dalam pelaksanaan diversi mendukung terciptanya restorative justice, dimana PK memandang permasalahan ABH tidak hanya dari perilaku pelanggaran hukumnya, namun melihat seluruh aspek kehidupan yang mempengaruhi kenapa ABH melakukan pelanggaran hukum tersebut. Sehingga tercipta keadilan dan keseimbangan hukum bagi pelaku dan korban. (dj2/lis)

Pembimbing Kemasyarakatan Muda Bapas Klaten


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya