RADARSEMARANG.COM, BAGAI air bah, pengguna telepon pintar di Indonesia semakin tak terbendung. Hotsuit and we are social (Januari 2019) mencatat bahwa jumlah ponsel pintar yang beredar di Indonesia sebanyak 355,5 juta atau lebih banyak dari jumlah penduduk yang ada. Ini bisa dipahami karena tidak sedikit orang yang memiliki lebih dari satu. Terlebih kecenderungan orang dengan cepatnya akan berganti ponsel ketika muncul varian baru yang ditawarkan. Banyak alasan ketika seseorang merasa harus ganti smartphone, bisa jadi karena lebih lengkap fiturnya, lebih tinggi kapasitasnya atau hanya karena sifat hedonistiknya. Namun hanya separoh atau sekitar 177 juta saja yang digunakan secara aktif.
Smartphone, yang sesuai namanya sangat-sangat membantu berbagai aktivitas kehidupan dengan cara kerjanya yang begitu instan, cepat dan mudah. Mulai dari sebagai sarana komunikasi yang efektif dan efisien, menyelesaikan berbagai urusan pekerjaan, fasilitas usaha dan bisnis, mempermudah akses informasi, bahkan mampu menyimpan hingga ribuan dokumen penting. Sekitar 68,5 persen rata-rata masyarakat Indonesia menggunakannya selama lebih dari 4 jam setiap harinya. Ini semakin menegaskan bahwa smartphone sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi sebagian masyarakat kita.
Hampir semua smartphone telah dihubungkan dengan layanan internet. Dengan begitu seiring tumbuhnya pengguna smartphone maka tumbuh pula jumlah pengguna jasa layanan internet.
Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia telah mencapai 171,17 juta. Atau terjadi peningkatan 19,48 persen dari tahun 2018. Dimana 93,9 persen diantaranya setiap hari terkoneksi internet, dengan rata-rata akses selama 8 jam 36 menit per hari.
Lalu untuk apa masyarakat memanfaatkan jasa internet? Ternyata rata-rata dari sekian jam yang dilakukan, sekitar 3 jam digunakan untuk bermedia sosial, 2 jam untuk melihat video dan satu jam untuk streaming musik serta selebihnya untuk kepentingan bisnis dan akses informasi lain.
Kenyataan bahwa akses internet oleh masyarakat telah menjadi budaya dalam berkomunikasi, bertransaksi maupun yang lainnya ditangkap oleh pemerintah dalam memberikan berbagai pelayanan terbaiknya kepada masyarakat luas melalui berbagai aplikasi pelayanan publik. Masyarakat dimanapun selama terkoneksi internet dapat dengan mudah mendapatkan berbagai pelayanan tanpa harus bertatap muka dan berinteraksi secara fisik. Sebut saja saat pendaftaran paspor, pelayanan pajak sampai pada pendaftaran sekolah.
Ketika masyarakat merasa butuh akan pelayanan publik yang sesuai maka masyarakat secara antusias memanfaatkannya. Namun terhadap aplikasi yang efeknya tidak langsung dirasakan atau dibutuhkan masyarakat apakah antusiasmenya akan sama? Sementara pemerintah butuh akan peran sertanya. Studi terhadap seberapa besar antusiasme dan kesadaran masyarakat terhadap aplikasi jenis ini sejauh ini belum pernah ada.
Pertaruhan ini yang akan dapat ditunjukkan dalam program pemerintah di awal tahun depan. Sensus Penduduk 2020 atau yang lebih dikenal dengan SP2020 akan menjadi bukti seberapa besar antusiasme dan kesadaran masyarakat akan peran sertanya secara sadar diri menyukseskannya. Sensus penduduk mendatang akan dilakukan secara mandiri atau online. Sensus yang selama enam dekade terakhir bertahan dengan metode tradisionalnya dimana petugas melakukan pendataan door to door (full canvasing), akan menguji dan memfasilitasi para pengguna internet untuk melakukan pengisian data pribadi dan keluarganya sendiri.
Kenyataan dimana pengguna jasa internet yang sebenarnya cukup tinggi di Indonesia tetapi hanya sedikit yang menggunakannya dalam mengakses aplikasi publik, itupun jika hanya merasa butuh atau bersifat wajib hukumnya di satu sisi. Harapan besar peran serta masyarakat pada sensus penduduk secara mandiri yang sementara hasilnya tidak dapat dirasakan secara langsung disisi yang lain. Akan menjadi sebuah pekerjaan dan upaya berat menanti jika ingin program ini sukses, walaupun sebenarnya hanya tidak lebih dari seperempat jam mengurangi waktu dari sepuluh tahunnya dalam mengakses internet.
Namun demikian bukan sesuatu yang mustahil metode yang tidak biasa ini akan sukses. Terbukti hasil ujicoba yang telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di dua lokasi yaitu Solo dan Kulonprogo menunjukkan kondisi yang cukup menggembirakan dimana 36,56 persen penduduk atau 32,40 persen keluarga telah melakukannya secara mandiri walau dengan sosialisasi yang terbatas. Dengan memberi pemahaman dan kesadaran akan pentingnya program sensus dan cara akses masyarakat terhadap alamat/link yang disediakan secara terstruktur, sistematik dan massive tidak mustahil sebesar 64,13 persen pengguna internet (jika mengacu APJII dan proyeksi penduduk BPS tahun ini) atau sekitar 172 juta penduduk di tahun depan mampu terupdate secara mandiri. Jika ini berhasil maka menjadi sebuah lompatan besar bagi metodologi sensus. (*/ida)
Ketua Mako SP2020 BPS Provinsi Jawa Tengah