RADARSEMARANG.COM, PERANG dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kian kembali memanas. Hal itu dilakukan karena Cina menarik komitmen pada beberapa poin kesepakatan yang pernah dibuat. Tentunya, konflik ini akan berdampak bagi perekonomian global. Apalagi Presiden Trump yang selalu tidak terduga dengan statement yang dikeluarkan yang bisa membuat kondisi pasar terombang-ambing. Pasalnya, ancaman Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang akan menaikkan bea impor kepada Cina akhirnya resmi dilakukan. Kantor Perwakilan Perdagangan AS secara resmi telah mengumumkan kenaikan bea impor menjadi 25 persen dari yang semula 10 persen bagi berbagai produk Cina senilai US$ 200 miliar mulai hari Jumat (10/5/2019). Amerika Serikat mengenakan tarif impor untuk sejumlah barang dari Cina karena merasa dirugikan akibat defisit perdagangan yang terjadi dan kerugian penyalahgunaan kekayaan intelektual oleh Cina. Pengenaan tarif baru diharapkan AS kepada Cina untuk menghentikan praktik perdagangan yang tidak adil, termasuk pencurian kekayaan intelektual AS yang lebih luas.
Walaupun Indonesia tidak ikut dalam perang dagang, namun dipastikan Indonesia terkena dampaknya. Hal ini pastinya akan menekan perekonomian negara emerging market salah satunya Indonesia. Apabila perang dagang berkelanjutan, dampak paling besar akan dirasakan pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina. Hal tersebut berarti, impor mereka akan turun, artinya ekspor yang dilakukan Indonesia terhadap Cina akan turun juga. Gangguan ekspor itu juga dapat memperburuk neraca perdagangan Indonesia. Kemudian, akan berdampak pada nilai tukar rupiah. Nilai perdagangan antara Indonesia dengan Cina memang belum dipastikan mengalami defisit. Namun, yang pasti terjadi ialah nilai ekspor dan impor kedua negara akan menurun. Namun, perang dagang antara kedua negara yang kembali berlanjut ini disebut-sebut tidak akan merugikan AS. Alasan kuatnya ekonomi AS adalah AS merupakan negara dengan perekonomian yang begitu memberikan dampak yang begitu besar pada dunia serta terversifikasi. Artinya, AS mengandalkan beragam sektor sebagai penghasilan ekonomi mereka dan tidak bergantung ke satu saja.
Memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina berdampak pada iklim investasi di bursa saham Indonesia. Salah satunya, keluarnya dana asing (capital outflow) dari pasar modal. Munculnya sentimen global yang tidak dapat dihindari sehingga efek ini cukup menimbulkan kecemasan bagi para investor. Kendati demikian, masalah ini dapat diwaspadai oleh BEI (Bursa Efek Indonesia) dengan otoritas bursa tetap akan mengamati berbagai sentimen yang akan mempengaruhi kinerja indeks kedepannya. (*/bas)
Mahasiswa Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata