RADARSEMARANG.COM – Sekitar lima tahun lalu saya pernah membuat judul tulisan Ndang Balio Sri. Yang saya maksud adalah Sri Sumarni.
Ketika itu menjelang pilkada seperti sekarang. Saya menangkap ketua DPRD Grobogan saat itu punya potensi besar untuk menjadi orang nomor satu. Kekuatannya menonjol.
Prediksi saya benar. Bu Sri yang berpasangan dengan Edy Maryono menang mutlak. Malah dia akhirnya memimpin kabupaten penghasil kedelai itu seorang diri. Edy yang dari PKB meninggal sebelum menduduki kursinya. Sampai akhir masa jabatan kursi wabup itu kosong.
Bu Sri betul-betul kuat. Sampai sekarang, menjelang pemilihan bupati 2020 tidak ada lawan yang berani menyaingi. Dia maju lagi sebagai calon bupati. Diusung oleh PDIP dan partai-partai lain.
Pasangan Sri – Bambang kemungkinan besar menjadi calon tunggal. Pendaftaran telah ditutup 6 September lalu. Tidak ada tokoh lain yang ingin menjajal kekuatan mereka. Bahkan sampai masa perpanjangan pendaftaran 10 – 12 September pun tidak ada yang muncul.
Sri melenggang. Dengan hanya mengajak Bambang Pujianto, direktur RSUD dr Soedjati Purwodadi yang notabene anak buahnya. Tidak seperti calon kepala daerah lain yang harus bersusah payah mencari pasangan dari partai lain.
Kekuatan Sri itu sama dengan Hendrar Prihadi. Hendi, panggilannya, akan menjadi calon tunggal wali kota Semarang 2020.
Kepemimpinannya sangat menonjol saat menjadi wali kota periode pertama. Keberhasilannya tertoreh di mana-mana. Hendi maju bersama pasangan periode pertamanya Hevearita Gunaryanti Rahayu. Mereka sama-sama dari PDIP.
Tantangan menjadi wali kota Semarang itu besar sekali. Dia bukan hanya harus menjadi bapaknya orang Semarang, melainkan harus menjadi pemicu semangat orang se-Jawa Tengah. Semarang adalah ibu kota provinsi yang menjadi acuan bagi pemerintah maupun masyarakat daerah lain. Kota itu harus menjadi rumah kedua bagi mereka.
Hendi bersama Bu Ita, panggilan Hevearita, sudah terbukti bisa memelejitkan Semarang menjadi kota besar yang sejajar dengan kota besar lainnya di Indonesia. Perannya diperlukan untuk melanjutkan pembangunan periode pertama yang belum tentu bisa dilaksanakan orang lain. Masyarakat paham itu.
Peluang Hendi dan Sri itu dibuka juga oleh Afif Hidayat. Ketua DPC PDIP Wonosobo itu juga akan menjadi calon tunggal. Dia harus berpasangan dengan tokoh dari partai lain. Yaitu M. Albar, ketua DPC PKB. Pendatang baru itu menutup peluang bupati petahana Eko Purnomo untuk maju lagi. Tujuh dari sepuluh partai mengusungnya. Tiga partai lain sebenarnya jika berkoalisi cukup untuk mendaftarkan calon lain. Namun hingga pukul 19.00 tadi malam atau lima jam sebelum penutupan perpanjangan pendaftaran, koalisi itu belum terjadi.
Baik Hendi, Sri, maupun Afif, akan menghadapi bumbung kosong. Kans kemenangannya besar. Sampai sekarang bumbung itu nyaris tidak ada yang menabuh. Pada saatnya nanti kemungkinan tetap bungsut.
Begitulah seharusnya kepala daerah. Muncul karena diharapkan masyarakat. Bukan karena dipaksakan. (*)