RADARSEMARANG.COM, Semarang – Indonesia ternyata punya banyak fotografer yang mencintai dunia penerbangan. Hobi mereka yaitu merekam foto kegiatan penerbangan di sejumlah bandara yang ada di Indonesia.
Saat ini para fotografer aviasi yang juga biasa disebut plane–spotter tersebut mempunyai wadah yang bernama Komunitas Fotografer Aviasi Indonesia (KFAI). KFAI terbentuk pada tanggal 15 November 2019 yang pertama kali digagas oleh Benny Radja J H Manurung dan diketuai oleh Theodorus Aji Baruno, dosen Atmajaya Yogyakarta.
Berawal di Jakarta, komunitas ini menyebar hingga ke kota-kota lainnya hingga menggaet ribuan anggota. Di Semarang sendiri KFAI digandrungi mulai dari pelajar, anggota KPU, guru sampai pilot yang berjumlah 33 anggota yang diketuai oleh Andika Primasiwi.
“Pesawat itu unik, seperti model karena ada tantangannya, kalau pesawat di udara dipotret karena objeknya gak berhenti, tantangannya kalau pesawat itu mau landing atau terbang bagaimana foto kita bagus, ga blur, dan tajam,” ungkap Andika yang sudah menekuni hobi ini sejak tahun 2011.
Komunitas ini bersifat learning by doing dimana para anggota terjun langsung ke lapangan. Mereka berkumpul dan saling berbagi tips bagaimana cara membidik pesawat agar tampak jelas dan menemukan angle foto yang baik.
Dalam hal pemotretan pesawat, penggunaan teknik untuk menangkap gambar pesawat seperti teknik fotografi pada umumnya. Salah satu contoh teknik yang digunakan yaitu teknik panning dimana objek yang dibidik tampat jelas sementara background akan tampak blur.
“Untuk kameranya sendiri biasanya menggunakan kamera DSLR atau bisa juga menggunakan handphone. Terkadang spotter tidak melulu memotret pesawat ada kalanya spotter juga memotret pramugari dan juga pilot,” lanjutnya.
Sementara itu Andika melanjutkan, aviasi sendiri memiliki dua jenis, yaitu aviasi general dan aviasi militer. Aviasi militer adalah penggunaan pesawat terbang yang dipakai untuk kebutuhan militer dalam menyelesaikan misinya sedangkan aviasi umum adalah penggunaan pesawat selain untuk kebutuhan militer.
“Aviasi militer memiliki tantangan tersendiri bagi spotter karena tidak semua pesawat militer boleh dipotret. Selain itu, aviasi militer juga terkendala dalam hal perizinan. Terkadang ada pesawat militer tertentu yang memiliki kode rahasia dan tidak bisa dipublikasikan,” bebernya.
Tantangan lain yang dihadapi spotter yaitu ketika membidik pesawat yang sedang landing dan take off, karena tidak semua penerbangan menyediakan tempat untuk para fotografer membidik pesawat.
Para spotter harus memastikan tempat yang digunakan untuk membidik adalah area yang aman serta tidak membahayakan bagi umum maupun pihak penerbangan. Ada ketentuan dan peraturan spotter yang harus dipatuhi, jika tertangkap melanggar peraturan maka sanksi yang harus diterima adalah peringatan dan dikeluarkan dari komunitas.
“Setiap spotter juga memiliki aplikasi Flight Radar 24 yang berfungsi untuk melacak pergerakan pesawat tanpa menganggu aktifitas penerbangan yang dilengkapi dengan jadwal penerbangnya,” kata Andika.
Untuk bergabung di KFAI peserta harus memenuhi persyaratan minimal berusia 14 tahun dan memiliki minat tinggi dalam dunia aviasi serta membuktikan hasil potret pesawat yang diunggah pada akun sosial media yang dimiliki.
“Selama pandemi aktivitas spotting terhenti karena ada pembatasan untuk keluar rumah dan akses bandara terbatas, sehingga selama pandemi aktifitas para anggota dialihkan menjadi online. Seperti gathering dan perekrutan para anggota,” pungkasnya. (mg9/mg12/bas)