RADARSEMARANG.COM – Mengoleksi sepatu jenis sneakers, high heels atau kets sudah merupakan hal lumrah. Tapi beda dengan yang dilakukan Imam Sahri. Ia memilih mengoleksi sepatu bola jadul. Koleksi tertua yang dimiliki adalah sepatu bola buatan tahun 1960.
Puluhan pasang sepatu bola terlihat tertata rapi. Sepatu-sepatu itu terlihat masih kinclong dan bagus. Tapi siapa sangka, ternyata sepatu itu merupakan sepatu bola jadul. Ya itulah koleksi sepatu bola yang dimiliki Imam Sahri.
Koleksinya sepatu bolanya cukup lengkap mulai dari buatan tahun 1960 sampai tahun 2000. Mayoritas sepatu yang tenar saat Piala Dunia. Sebut saja Adidas Copa Mundial, Adidas Predator Pulse, Tiempo Natural. Adidas Beckenbauer, Diadora Brazil, dan yang lainnya.
“Saya kenal dan jatuh cinta pada sepatu bola sejak tahun 90, kebetulan bermain sepak bola. Disitu kenal banyak sepatu, seperti Diadora Brazil, Copa Mundial dan lainnya,” kata Imam saat ditemui RADARSEMARANG.COM.
Imam muda yang masih sekolah akhirnya memutuskan menabung untuk membeli sepatu bola Adidas Copa Mundial. Adidas Copa Mundial merupakan sepatu bola klasik yang dirilis di tahun 70 sampai 80-an. Sepatu ini cukup tenar saat itu dan dipakai pesepakbola dunia maupun Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Imam melanjutkan hobinya hingga bertemu salah satu teman yang bekerja di Tangerang dan mengenal berbagai jenis sepatu.
Saat itu pula Imam melihat ada peluang bisnis. Ia memiliki banyak kenalan pedagang sepatu yang dulu berjualan di Pasar Maling (PM) Johar untuk menjual sepatunya dari lapak ke lapak. “Waktu itu sampai jual motor buat modal untuk kulakan sepatu, selain dipakai sendiri. Ya kalau bosan saya jual,” ujarnya.
Koleksi sepatu tertua yang dimiliki diproduksi tahun 1960. Didapat dari kerabatnya di Purwokerto. Dengan bahan kulit yang memiliki enam studs atau gerigi pada bagian outsole. Ia menyebut salah satu koleksinya tersebut fossil karena berusia sangat tua. “Sempat ada yang pernah menawar. Tapi tidak saya berikan karena sudah langka dan tidak lagi diproduksi,” tuturnya.
Rata-rata sepatu jaman dulu menggunakan kulit asli. Sehingga tahan lama dan awet. Selain dari tahun sepatu itu dibuat, sepatu bola jadul yang diminati adalah sepatu yang pernah trend pada tahun tersebut terutama saat Piala Dunia digelar. “Misalnya sepatu yang dibuat dalam edisi Piala Dunia, dikenakan siapa itu pasti menjadi buruan kolektor. Tahun 2000 bisa disebut jadul, misalnya Adidas F50 Tunit,” bebernya.
Imam mencontohkan, sepatu Puma dengan ikonnya Diego Armando Maradona yakni Puma King menjadi buruan. Ada juga Adidas Beckenbauer, Adidas Predator Pulse, dan Adidas Adicore beberapa seri sepatu lainnya yang berbahan kulit asli, entah itu kulit sapi ataupun kulit kanguru. “Bisanya berbahan kulit perawatan hanya di semir atau diberi mink oil, dan minimal dipakai seminggu sekali agar nggak rapuh. Kalau jarang dipakai biasanya malah rusak,” akunya.
Barang-barang jadul, termasuk sepatu bola biasanya berharga mahal. Apalagi ada istilah klangenan, atau membeli barang serta kenangan yang hilang dan belum terbeli saat sepatu tersebut tenar. Hal inilah yang membuatnya melirik bisnis jual beli sepatu yang ia geluti sampai saat ini. “Karena sering dapat, akhirnya coba saya jual dan ternyata banyak peminatnya,” tambahnya.
Imam membuka toko sepatu bola kecil-kecilan di rumahnya di Jalan Menoreh Raya No 8 Semarang dengan nama “Bakul Gedhang Tanpa Sport”. Sepatu yang dijual berkelas dan tidak abal-abal, meski bekas. “Pas pandemi entah kenapa sepak bola jadi tren. Mungkin untuk olahraga supaya menambah imun. Omsetnya lumayan lah, karena yang tadi saya bilang untuk klangenan,” terangnya
Ia mendapat sepatu dari berbagai lini. Dari sisa store, rekannya yang di luar negeri maupun dari orang yang sudah bosan dengan sepatunya. Hanya merek Adidas dan Nike yang dianggap melekat pecinta bola. “Saya tawarkan di Instagram di akun di @sahri_imam atau di Facebook Imam Sahri Samiun,” tambahnya. (den/fth)