RADARSEMARANG.COM – Sebuah pemandangan indah terlihat pada salah satu rumah di Jalan Jolotundo I, Kelurahan Siwalan, Kota Semarang. Nuansa bata merah yang menyambut koran ini, memberikan sensasi serasa memasuki sebuah candi atau kerajaan. Bedanya, kerajaannya tidak dihuni manusia, melainkan anggrek-anggrek nan indah.
Kebun Griya Candi Orchid seluas 1.500 meter persegi, berlantai 2 itu menyajikan deretan tanaman anggrek yang beraneka. Mulai dari yang masih embrio, hingga yang telah berbunga. Keindahan bunga ini berhasil membius mata hingga enggan berpaling.
Pesona keberagaman warna, bentuk, dan motifnya membuat pencinta tanaman bernama latin Orchidaceae ini tak pernah lekang oleh waktu, tidak seperti tanaman yang cuma ngetrend gara-gara pandemi saja. Sejak dulu, tanaman ini memang sudah banyak digemari.
Eni Asriyati, pemilik surga tersembunyinya anggrek Semarang ini mengaku bukan ahli anggrek atau pernah mengenyam pendikan pertanian. Namun, perkenalannya dengan anggrek pada 1998 lalu berbuah manis. “Awalnya hobi saja. Lama-lama, ternyata kok laku. Jadi ketagihan,” terangnya.
Pasangan suami istri Eni Asriyati dan Ari Sudibyo memang sama-sama suka dengan anggrek. Prinsipnya adalah titen dan telaten. Meskipun tidak memiliki background pertanian sama sekali, berkat ketelaten mereka telah menghasilkan lebih dari 5000 anggrek jenis baru hasil persilangan.
Lebih dari 10 anggreknya juga telah terverifikasi oleh organisasi pendaftaran anggrek dunia untuk hibrida dan spesies yaitu Royal Holticultural Society (RHS) di London. Di antaranya yaitu Dendrodium Tugu Muda, Dendrodium Jolotundo, Dendrodium Memoria Frans Gama Cactus, Dendrodium Semarang Beauty, dan Dendrodium Sam Po Kong. “Pokoknya saya banyak menggunakan nama-nama daerah atau wisata di Semarang,” terang Ari sembari tersenyum.
Menurutnya, dengan mendaftarkannya di kancah internasional itu akan meningkatkan harga jual dan mengenalkan anggrek hasil silangannya di kancah yang lebih luas. Selain itu, jika ada pihak yang menyilangkan jenis yang sama dengan apa yang ia daftarkan, maka namanya harus mengikuti nama yang telah ia daftarkan itu. “Bisa dikatakan seperti hak paten, namun nonkomersil. Sebagai breeder kan puncaknya harus register itu,” jelasnya.
Eni menjelaskan yang paling penting dalam berbudidaya anggrek adalah memastikan agroklimaks (air, suhu, angin, dan sinar matahari) yang pas. Selain itu, terkait hama juga harus diperhatikan. Seperti siput, jamur, dan serangga. Namun, semua itu bisa diatasi dengan metode jebakan atau penyemprotan disinfektan.
Selain menjadi breeder anggrek, Ari juga aktif membuka kelas belajar budidaya anggrek baik online dan offline. Ia biasa mengajar di laboratorium kultur jaringan miliknya.
Peminat anggrek mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Baik untuk anggrek komersil, koleksi, ataupun anggrek alam. Ia pun menjelaskan, kesemuanya memiliki harga yang variatif, namun yang paling mahal tetap anggrek koleksi. “Yang pasti. Anggrek memiliki nilai ekonomi yang sangat menjanjikan. Siapa yang datang muncul harga,” katanya. (cr9/ton)