RADARSEMARANG.COM – Inna Sekar Vicneswari, 59, mengembangkan batik ecoprint sejak empat tahun lalu. Membatik dengan memberi motif dan warna dari tumbuhan alam. Prosesnya cukup lama, tetapi hasilnya memuaskan. Motif alami dan ramah lingkungan.
Inna-begitu sapaanya- merupakan pensiunan Disperindag. Setelah paripurna, ia mulai mengembangkan batik ecoprint. Saat ditemui ia tengah mengedukasi dan memberdayakan empat penghuni Panti Asuhan Siti Khadijah Tlogosari untuk pelatihan batik ecoprint.
Awalnya ia menjadi panitia pameran batik ecoprint di Jepara 2018. Ia lantas belajar dan iseng membuat. Ternyata respon publik sangat bagus dan banyak teman-temannya yang minta dibuatkan. “Akhirnya saya buat untuk dijual juga,” ujarnya.
Ecoprint merupakan teknik membatik dengan memberi motif dan warna dari tumbuhan alam. Seperti daun, akar, bunga, dan ranting. “Yang paling bagus kainnya berasal dari alam, seperti katun, serat nanas, dan sutra,” ujarnya.

Batik Ecoprint mengunakan tiga tehnik. Yakni teknik ponding atau pukul daunnya satu persatu. Stim atau kukus, kain dan daun dikukus selama dua jam. Yang terakhir sinar matahari yang muncul bayangan. Daun yang digunakan harus diambil dari alam. Untuk pemula yang digunakan daun pohon jati. “Ini ada daun jati, jarak kepyar, red panama, kenikir, jarak wulung. Kalau yang dikukus bisa ada daun jenetri, daun ekaliktus, dan banyak lagi,” tuturnya.
Karena kain ecoprint dari alam, sehingga tidak bertahan lama dibanding kain sintetis. Maka, ada penguncian warna. Proses fixasasi agar meminimalisasi warna luntur. “Kalau bisa, untuk perawatannya pakai detergen khusus batik dan penjemuran jangan langsung sinar matahari,” tambahnya.
Batik ecoprint hasil buatannya sudah dipamerkan setiap bulan. Bahkan ia sudah mempunyai galeri EsVi. Sementara untuk harga relatif, mulai dari Rp 100 ribuan hingga Rp 2 jutaan. “Yang jutaan itu dari sutra,” tuturnya.
Sebelumnya, ia pernah melatih dan memberdayakan anak-anak penyandang disabilitas di Rumah Difabel Mataram. Selanjutnya, ada anak-anak panti, kata dia, yang mempunyai waktu luang. “Siapa tahu mereka juga menambah penghasilan mereka. Intinya memberdayakan perempuan yang punya waktu luang lah,” katanya.
Inna juga kerap memberikan pelatihan dan memberdayakan anak-anak penyandang disabilitas di Rumah Difabel Mataram. Mereka dilatih dan dibekali skill membatik motif ecoprin. “Siapa tahu mereka juga menambah penghasilan mereka. Intinya memberdayakan perempuan yang punya waktu luang lah,” tambahnya.
Salah satu peserta membatik dari Panti Asuhan Siti Khadijah Tlogosari, Vivi Ariani, 24, mengaku senang belajar batik ecoprint. Apalagi baru pertama kali belajar. Ia bersama empat temannya Hasna, Ratmi, dan Ani akan berbagi ilmu kepada teman-teman di panti.”Unik karena bahannya dari daun dan ternyata bisa menghasilkan karya yang bernilai ekonomi,” ungkapnya. (fgr/fth)