RADARSEMARANG.COM, Semarang – Permasalahan sampah yang tiada habisnya memunculkan ide pemanfaatan limbah untuk inovasi. Termasuk di dunia fashion. Bengok craft dan Kausa.id merupakan contoh industri fashion yang yang sudah mengolah imbah berupa enceng gondok dan platik dalam produksinya.
Co-Founder Bengok Astaria Eka menyampaikan, untuk berpenampilan trendi dan fashionable tidak melulu harus membeli pakaian baru setiap bulan. Tapi juga bisa memanfaatkan apa yang sudah ada. Dalam hal itu pihaknya memanfaatkan potensi eceng gondok yang tersebar di semua sudut Rawa Pening. “Produk kami menggunakan upcycling enceng gondok. Kami mengangkat nilai jual enceng yang sering dianggap gulma menjadi produk fashion yang ramah lingkungan,” tuturnya.
Debrina Emily selaku CEO Kausa.id juga menjelaskan dilema fast fashion yang terus memproduksi pakaian dengan model beragam hanya dalam waktu singkat. Produksinya cenderung dalam jumlah besar tanpa mempertimbangkan apakah pakaian tersebut akan laku terjual dan produk mampu bertahan dalam waktu lama.”Produk fast fashion bisa dibilang bagus dan trendi dari sisi model, tapi tidak dengan kualitas dan limbah produksi lebih banyak,” jelasnya.
Nana sapaan akrabnya mengajak peserta untuk memilih produk slow atau circular fashion. Pasalnya produk tersebut lebih memperhatikan rantai produksi, pegawai yang terlibat dan bahan baku yang digunakan, serta timbulan sampah dari produksi.
Desainnya cenderung tak mudah ketinggalan jaman, atau bisa dikatakan bertahan lama. Sehingga para penggunanya tak mudah bosan dan tidak terdorong untuk terus membeli produk fashion baru lainnya.
Selain membeli produk berkualitas dan awet, pihaknya memberi alternatif untuk thrifting atau membeli barang second hand atau sewa bila mendesak harus mengenakan pakaian khusus untuk keperluan tertentu.”Orang mampu beli baru kok, ngapain sih beli barang bekas,” tuturnya memperagakan omongan masyarakat pada umumnya yang belum familiar dengan thrifting dan isu limbah fashion.
Menurutnya semakin banyak barang yang dibeli, semakin banyak yang menganggur di lemari. Akhirnya pakaian tersebut sia-sia dan kemungkinan besar menjadi limbah fashion setelah bosan dan lama disimpan.”Saat ini saya lihat banyak dorongan terhadap kesadaran lingkungan dan isu limbah pakaian, semoga masyarakat menjadi konsumen yang semakin cerdas nantinya,” tandas Nana. (cr1/bas)